Jumat, 27 Juli 2012

Rindu

ahh..
aku rindu ketinggian.
rindu hawa dingin pedesaan.
rindu alam bebas.
air sungai yang mengalir jernih membelah perbukitan.
rindu menjejakkan kaki di atas rerumputan.
menggembalakan kerbau, menungganginya.
rindu membaui tanah yang tersiram hujan.
rindu kampung halaman.

*Djakarta, nginap untuk menyelesaikan fokus Weekend di kantor sambil mencuri pandang ke Pembukaan Olimpiade London di tipi.

Selasa, 03 Juli 2012

Taman Kota Pun Jadi Saksi Kemesraan

Jumat siang itu, matahari masih berpijar galak di langit Jakarta. Sepasang remaja itu duduk berdua di bangku taman Ayodia Barito, di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di balik rindangnya pohon, mereka bersantai sambil mengunyah cemilan. Lalu di arah pukul 12, sepasang muda-mudi duduk merapat di lantai sambil menyandarkan punggung ke sebuah dinding.

Si wanita yang mengenakan celana pendek terlihat manyun sambil memainkan handphonenya. Sementara pria di sampingnya tampak sedang mengajak bicara. Sesekali ia mencolek pinggang sambil melirik mesra kepada wanita. Tangan kanannya bergerak menyibakkan rambut pendek si wanita. Tak lupa ia membelai wajah si wanita dengan tatapan menggoda sambil tersenyum.

Hanya berselang tiga meter di depan mereka, ada juga yang tampak berduaan. Dari belakang, tampak seorang remaja wanita berambut sebahu merebahkan kepalanya di dada orang yang berpotongan rambut pendek di depannya. Tangan orang yang berambut pendek merangkul pundaknya sambil mengusap rambut si wanita.

Jika diperhatikan dari jauh, mereka selaiknya sepasang kekasih. Namun, ketika saya mencoba melihat lebih dekat, ternyata keduanya adalah wanita. Hanya saja, wanita berambut panjang yang tampak sedang murung selalu menyembunyikan wajahnya dan menunduk di hadapan wanita berambut pendek.

Selang sejam, pasangan-pasangan itu berlalu. Berganti lagi dengan beberapa pasangan lain. Mereka duduk rapat di tepi kolam air mancur. Sesekali si wanita menyenderkan kepala di bahu pria yang berjaket hitam.

Salah satu di antara mereka, Della Amelia, 19, mahasiswi di Politeknik Departemen Kesehatan mengakui memang banyak yang kerap memadu kasih di taman tersebut. Meski mengatakan tidak berstatus pacaran, wanita yang mengenakan jilbab biru itu mengaku sangat sering datang ke taman bersama temannya, Ardiansyah, 22 sejak saling mengenal empat tahun lalu.

Belakangan keduanya hanya “bertandang” ke taman saat akhir pekan saja. Layaknya pasangan lain, sesekali mereka juga suka makan dan nonton di bioskop. Ketika ditanya aktivitas yang pernah dilakoninya saat di bioskop, dengan jujur Ardiansyah mengaku pernah berbuat “nakal”. “Cipok-cipokan pernah, ya memeluk dan mencium juga, kalau ML (Hubungan seksual) alhamdullilah belum,” kata dia sambil tersenyum.

Della menuturkan, salah satu teman dekatnya, N, yang melakukan gaya pacaran berisiko. Pada tahun lalu, siswi SMA di bilangan Jakarta Kota itu terancam tidak bisa menamatkan sekolah karena hamil di luar nikah. “Memang gaya pacarannya juga sudah parah banget, di tempat umum jalannya mesra-mesraan, ciuman, makanya saya enggak aneh kalau dia jadi hamil.”

Masih kata Della, temannya juga sering dibawa lelaki ke rumahnya saat lagi kosong. “Ayah ibu si cowok kerja dan kakaknya sudah menikah dan tinggal terpisah, saat rumah sepi, mereka main ke sana.” Saat menjelang ujian akhir, Della mengatakan usia kehamilan N sudah empat bulan, namun hanya diketahui oleh teman terdekat dan segelintir guru saja.

Kehamilan di luar perencanaan itu pun tetap dipertahankan. “Karena sudah dianggap darah daging sendiri dan kalau aborsi dia juga ngerti resikonya gede,” kata Della. N diupayakan agar tetap bisa menyelesaikan sekolah dan langsung menikah sepekan usai UAS. “Pas cerita dia mengatakan sambil menangis dan menyesal karena awalnya dia ingin kuliah.”

***

Remaja Indonesia ternyata tak sedikit yang melakukan hubungan seksual sebelum nikah. Tahun lalu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional pernah memotret gaya pacaran dan perilaku seksual remaja Indonesia lewat Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

Rata-rata usia saat pacaran pertama kali ternyata tak beda jauh antara perempuan dan laki-laki yakni pada saat berumur 15 tahun. Dari 14.681 responden berusia 10 – 24 tahun, ditemukan 21 persen wanita yang sudah pacaran sebelum 15 tahun. Jumlah itu sedikit lebih banyak daripada laki-laki yang pacaran sebelum kelas 3 SMP yakni 18 persen.

Saat pacaran, remaja yang ciuman bibir yakni 32 persen. Hanya ada 11 persen yang tak sebatas ciuman tapi juga meraba/merangsang bagian tubuh yang sensitif (petting). Aktivitas yang paling banyak dilakukan remaja saat pacaran yakni pegangan tangan.

Sebanyak lima persen lelaki dan perempuan yang berpacaran mengaku telah melakukan hubungan seksual. Dari penelitian itu ditemukan pada umumnya, rata-rata usia saat melakukan hubungan seksual pertama kali adalah umur 18, 1 tahun. Persentase yang melakukan pada usia 15-17 tahun hanya ada 26 persen.

Saat melakukan hubungan seks sebelum menikah, hampir setengah dari 568 remaja mengaku tidak pakai alat kontrasepsi. Sebanyak 34 persen remaja memakai kondom dan 15 persen mencegah kehamilan lewat praktik sanggama terputus.

Pacar dipilih oleh 90 persen remaja sebagai pasangan seksual, lalu 6 persen melakukannya dengan teman dan 3 persen lainnya bersama penjaja seks komersial. Anehnya, ketika ditanya tentang pendapatnya terkait hubungan seksual sebelum menikah, lebih dari 90 persen pria dan wanita mengatakan tidak setuju. 

*****

Ndoro Kakung. Satu-Satunya Ndoro di Dunia Maya.


Saat berkenalan di toko buku di Plaza Senayan pekan lalu, ia meminta dipanggil dengan sebutan Ndoro. Pria pemilik blog NdoroKakung.com itu memang jadi lebih dikenal sesuai nama akunnya dibanding nama aslinya, Wicaksono. Berkecimpung di blogsphere sejak tahun 2004 nama Ndorokakung sudah sangat familiar bagi kalangan blogger.

“Saat itu saya mencari nama yang mudah diingat orang, ketemulah nama itu dan lama-lama jadi personal brand saya,” kata dia kepada Detik. Ndoro yang berarti “kalangan ningrat” dipilihnya sebagai sebuah parodi untuk pendekatan kelompok sosial. Akibatnya, ia adalah satu-satunya “Ndoro” yang eksis di dunia maya dan punya banyak pengikut.

Awalnya pria yang menjabat editor in chief di plasamsn.com ini mencari sebuah tempat untuk mencurahkan pemikiran pribadinya. Kala itu ia masih berkarir sebagai wartawan di salah satu media nasional. “Blog itu untuk dokumentasi tulisan dan foto-foto yang berisi pandangan personal tentang suatu hal,” ujarnya. Baginya yang terbiasa menulis secara proporsional dengan kaidah jurnalistik, lewat blog Ndoro menemukan “kebebasan” baru.

Di dalam blog-nya, ada satu tagline yang jadi pengikat rasa dan isi tulisan di blog Ndoro yakni Pecas Ndahe. Setiap judul pasti mengandung kata pecas ndahe. Kata yang bermakna denotatif “pecah kepalanya” itu adalah sebuah umpatan sosial di kalangan masyarakat Jogya. “Saya taroh di sana biar unik dan orang akan ingat saya kalau habis mengumpat,” kata dia sambil tertawa.

Ndoro juga mengemban misi berbagi lewat tulisannya. “Pengennya sih jadi inspirasi orang untuk melakukan sesuatu lewat tulisan saya,” kata dia. Karena itu ia sering mengunggah tulisan-tulisan yang bertutur dan memancing rasa ketertarikan orang, misalnya tentang tempat wisata.

Tak tanggung-tanggung, saking doyannya menulis hal-hal yang inspiratif, Ndoro sampai punya lebih dari 10 laman blog. Ada blog yang khusus puisi, cerpen, artikel, sosial media dan banyak lagi. Bahkan karena sudah jarang dikelola, pria berusia 47 tahun itu mengaku sudah lupa. Dulu, ia selalu memperbaharui isi blognya sampai sekitar 2-3 kali setiap hari.

Ndoro pun tak butuh waktu lama membuat isi tulisan-tulisannya. Dengan mempertajam “antena”nya, maka segala apa yang dilihat atau didengar pun bisa jadi sumber inspirasi. Setiap kali ada waktu, ia hanya duduk sekitar 10 menit di depan layar komputernya. Dan simsalabim, sebuah puisi atau cerpen baru pun langsung muncul di laman blognya. “Paling lama prosenya hanya sekitar 30 menitlah,” kata dia.

Tapi lama-lama, ayah dua anak itu mengaku tak lagi sempat mengurus blog dan komentar-komentar pembacanya. Kini ia hanya mengelola dua blog saja yakni yang berisi tulisan dan blog berisi foto. “Sekarang sudah enggak sempat lagi,” kata dia.

Pada awal tahun 2009 ia kepincut dengan dunia baru bernama twitter. Pria berkacamata itu pun langsung membuat akunnya dengan nama yang sudah jadi brand personal-nya, @NdoroKakung. Frekuensinya memperbaharui blog pun sudah jauh berkurang. Sebulan paling sempat sekali atau dua kali ia menyumbang tulisan baru.

“Sekarang lebih enak nge-tweet karena lebih praktis dan pendek, sifatnya juga impulsif,” kata dia. Dengan keterbatasan 140 karakter, Ndoro justru merasa jauh lebih mudah merangkai kata-kata dan melemparnya ke linimasa. Dari pagi sampai malam sebelum tidur, Ndoro bisa “berkicau” sampai 50 kali. Itu belum termasuk jika ia berbalas komenter dengan follower-nya yang hampir menyentuh 68 ribu orang.

Ndoro tahu cara menyenangkan para penghuni twitterland. Ia kerap kali berkicau tentang kegalauan dan menyapa para lajang khususnya di akhir pekan. Seperti misalnya, “Dear singles, you miss the memories or the person? Sincerely Sunday night.”

Lalu, terkadang ia menyebarkan semangat dan motivasi, “Running out of reasons to live? Just remember that someone else's life may never be complete without you in it.” Tapi ia membantah kegalauan itu adalah cermin pengalaman pribadi. Sambil tertawa ia berdalih, “Itu cara saya menyenang-nyenangkan follower saja karena memang perilaku follower-nya suka yang begitu.”

Tapi twitter tak melulu berisi kegalauan. Ndoro juga kerap menyelipkan parodi politik. Isi tweet-nya lahir dari semangat yang sama dengan saat ia pertama kali membuat blog, berbagi. Hanya saja, ia mengaku memang harus mengganti cara berkomunikasinya dan cara mengemas informasi agar berbeda dengan blog.

Akun Ndoro awalnya tak punya banyak pengikut. Namun lama-lama seiring dengan namanya yang mulai dikenal, makin banyak orang yang mem-follow. “Seminggu mungkin ada 500-600 orang,” katanya seraya menambahkan tak begitu memperhatikan sejak kapan followernya mulai meningkat.

Bagi Ndoro, eksistensi di dunia maya tak hanya melalui blog. “Karena sekarang sudah lebih aktif di twitter ya di twitter saja,” kata dia. Keuntungan materiil pun mengalir ke kantongnya lewat sejumlah tawaran jadi buzzer produk otomotif, bank, operator, gadget, property dan consumer goods.

Tapi, kata dia, keuntungan yang terbesar yang dirasakannya yakni non materi. Lewat aktivitas di blog dan twitter, ia kerap dapat pengalaman dan diajak ke sana ke mari. “Tapi yang lebih penting buat saya karena bisa punya teman yang lebih luas,” kata dia menutup pembicaraan. 

****
Tulisan ini sudah diterbitkan di Hariandetik.com

"Perempuan yang Melukis Wajah", Kala Penutur Hujan Bercerita Tentang Rinai Hujan

Delapan selebtwit berkumpul menciptakan sebuah buku kumpulan cerita pendek. Buku yang bertajuk "Perempuan yang Melukis Wajah" itu berisi 11 karya seni dari mereka yang selama ini wara-wiri di linimasa. Mereka memilih hujan sebagai benang merah pengikat cerita. Salah satu penulis Wicaksono atau lebih dikenal dengan nama pena Ndoro Kakung mengatakan proses pembuatan buku setebal 176 halaman itu memakan waktu tiga bulan.

Ndoro menuturkan ihwal keterlibatannya yakni karena ada ajakan dari pihak penerbit untuk membuat proyek buku. "Ini bukan proyek penulis yang sudah menerbitkan sekian ratus jilid buku, walau beberapa di antara kami pernah menulis tapi enggak ada yang  menulis buku cerpen secara komersial," kata dia saat peluncuran buku tersebut di Plaza Senayan, Jakarta, kemarin.

Para penulis cerpen yang menamakan diri penutur hujan itu datang dari berbagai latar belakang seperti blogger, wartawan. Beberapa penulis seperti Wisnu Nugroho dan Karmin Winarta serta Ainun Chomsun mengaku ini adalah proyek perdana mereka menerbitkan kumpulan cerpen. Melalui linimasa mereka sudah terbiasa saling menyapa, bersenda gurau dan berbagi galau.

Setelah mendapat tawaran dari penerbit, mereka berkumpul dan berkoordinasi. Masing-masing penulis lalu mengembangkan dengan gayanya sendiri setelah menyepakati tema. Menurut Ndoro tema hujan sengaja dipilih karena punya kemiripan psikologis yang terjadi pada pengguna twitter. "Setiap kali hujan, tanpa dikomando tweet di linimasa itu pasti pada galau, karena itu kepikiran untuk mengangkat tema hujan," ujar dia.

Ndoro menambahkan, rinai hujan selalu memberikan pengalaman personal dan berbeda-beda bagi tiap orang. Hujan punya cerita tersendiri mulai dari yang menyedihkan, menyenangkan bahkan romantis. Karena itu, cerita yang dikandung dalam tiap-tiap hujan mereka transformasikan lewat kata-kata menjadi cerita pendek yang menggugah rasa sedih, senang atau penuh romantisme.

Pakar Media Sosial Nukman Luthfie mengatakan ada satu keistimewaan kumpulan cerpen itu. Cerpen yang ia baca secara random dalam buku itu menunjukkan sosial media jadi tempat penulisnya menggali inspirasi tentang hujan. Cerita yang menggugah rasa itu antara lain tentang pertemuan dengan teman lama yang sangat dirindukan lewat media. Ada juga kisah tentang kekasih yang mengetahui pasangannya sakit lewat sosial media. "Sosial media itu sekarang jadi sumber inspirasi menulis yang luar biasa, karena orang mencurahkan perasaannya lewat sosial media," kata dia dalam kesempatan yang sama. Menurut Nukman kata-kata yang ada dalam twitter dan media sosial akan bisa jadi sumber inspirasi bagi orang yang sensitif terhadap kata-kata.

Salah satu penulis, Ainun, mengatakan proyek pembuatan buku tersebut hanya untuk kesenangan saja. Ainun mengumpulkan teman-temannya yang suka menulis di sosial media untuk terlibat dalam pembuatan buku. "Karena selama ini orang di sosial media itu hanya menulis tweet saja, sesekali kenapa enggak bikin buku," kata dia. Bagi inisiator Akademi Berbagi itu proyek tersebut memberikan pengalaman yang seru karena ini adalah pertama kali ia menulis fiksi.

Ainun tidak menampik posisi penulis yang juga dikenal sebagai selebtwit akan menguntungkan penjualan bukunya. Sebab, dengan punya banyak pengikut, masing-masing penulis akan bisa melempar informasi dan promosi di linimasa. "Kami punya modal itu," kata dia. Tapi, menurut dia hal itu bukan satu jaminan. Sebab pembelian buku bagi masyarakat Indonesia belum ada pada urutan pertama kebutuhan konsumsi. Namun ia berharap bukunya akan laris dan mendapatkan tempat di hati penggemar fiksi dan sosial media.