Senin, 15 Oktober 2012

Menjajal Malela, Niagara van Tanah Sunda


Tempat penginapan di bibir jurang. Menghadap langsung ke air terjun.
Warung itu adalah satu-satunya bangunan yang kami temui tepat setelah rute terakhir dengan jalan bebatuan, berkelok, naik turun. Tapi itu belum akhir perjalanan. Kami masuk ke warung, mengisi perut yang kosong semalaman karena belum sempat makan. Dari jam digital di handphone, kami baru sadar saat itu sudah pukul 02.30 dinihari.

Di langit, mega-mega hilang diganti dengan kerlip jutaan bintang. Pemandangan mahal yang sangat jarang ditemui di kota metropolitan penuh polusi seperti Jakarta. Ya, wisata alam Curug Malela ini ada di ketinggian Gunung Halu, Bandung barat, tepatnya di ujung desa Cicadas, kampung Manglid, Kecamatan Rongga. Dari Jakarta, situs ini bisa ditempuh sekitar enam jam perjalanan jika memilih akses langsung lewat Padalarang.

Namun, trip kami memakan waktu sekitar 8 jam karena sempat terkendala pecah ban. Selain itu hujan deras yang mengguyur sepanjang perjalanan membuat pengemudi harus ekstra hati-hati. Lazuardi alias Ade, guide sekaligus organizer yang merangkap sopir kami sudah mewanti-wanti bahwa ini bukan jalan-jalan biasa karena rute yang ditempuh benar-benar offroad dan butuh adrenalin.

Perjalanan memang tak semulus yang dibayangkan. Pada awalnya perjalanan dari desa ke desa lainnya serta areal perkebunan teh masih normal. Lalu jalanan yang berliku, terjal, tidak rata bahkan berlubang besar sungguh membuat deg-degan. Beberapa kali kami menahan nafas sekaligus berdoa agar bisa melalui tanjakan terjal nan licin. Saking rusaknya jalan, untuk menempuh jarak sekitar 3-4 kilometer dari Cicadas, desa terakhir yang paling dekat dengan Curug Malela, pun memakan waktu hingga satu jam. Kadang, saat medannya parah, beberapa penumpang di mobil lain turun agar beban mobil tak terlalu berat.

Hampir satu jam berselang, kami berjalan kaki sekitar setengah jam dari warung menuju perkemahan. Mobil diparkir di depan warung karena jalannya tak memungkinkan dilalui kendaraan roda empat. Jalan setapaknya tak sulit dilalui karena sudah dilapisi semen bertangga-tangga. Samar-samar di kejauhan kami mendengar suara gemuruh debur air yang jatuh dari ketinggian.

Dan ujaran Ade malah membangkitkan harapan. "Tenda kita langsung menghadap ke air terjun, jadi pemandangannya itu perpaduan sawah-sawah, tebing, jurang, dan air terjun," kata dia sambil menuruni anak tangga. Kami jadi makin tak sabar ingin segera melihat, sayangnya hari masih gulita. Iseng kami mencoba menembakkan sorot senter di tangan, tapi sinarnya tak mampu menyorot si Curug Malela.

Rasanya ingin sekali pagi segera datang menggantikan malam. Angan dikepala sudah membayangkan untuk segera menikmati rupa air terjun yang digadang-gadang sebagai Niagara mini itu. Tapi waktu lambat bergulir. Hari masih pukul 04.00 pagi dan fajar belum menyingsing. Dinginnya udara membuat kami masuk tenda dan meringkuk di bawah sleepingbag.

Di depan tenda beberapa orang dari rombongan kami, yang menamakan diri turis akhir pekan, masih terjaga duduk mengelilingi api unggun. Seorang teman mulai mengeluarkan kambing guling yang sudah dibakar sebelum kami tiba. Sambil bercengkrama, mereka menikmati kambing guling yang dicocol ke dalam sambal giling.

***

Mungkin karena begitu lelahnya, saya jadi ketiduran. Saat terbangun, hari sudah terang benderang padahal masih pukul 07.00 pagi. Beberapa teman sudah sibuk berfoto-foto dan menikmati pagi. Ada yang masih sibuk memotong kambing guling yang ternyata masih belum habis. Ada juga yang masih lelap di dalam homestay di sebelah tenda kami. Saya merasa kecolongan oleh fajar yang sudah tinggi dan tak lagi menyisakan kabut pagi.

Panorama di depan tenda.


Kami bergegas, menyiapkan kamera ingin segera mengabadikan Malela di kejauhan. Medan sepanjang satu kilometer berupa tanah basah, pematang sawah yang licin, dua buah jembatan kecil, turunan terjal, pohon-pohon serta rimbunan perdu yang lebat. Aroma tanah dan daun yang basah serta sejuknya udara benar-benar menyegarkan. Setelah jembatan, jalan setapak yang kami lalui ternyata sudah di lapis beton juga. Seorang teman menyeletuk, "Ini mah namanya jalan-jalan ala wisatawan, sensasi trekkingnya kurang menantang."

Setengah jam berjalan, gemuruh air makin terdengar kuat, petanda kami sudah hampir sampai. Dan dari balik rimbunan perdu, wajah si Curug tersingkap. Kami berdecak kagum, memandang takjub betapa indahnya ciptaan Tuhan itu. Rupa curug Malela sangat menawan sekaligus tampak garang karena efek dinding bebatuan hitam.

Rupa Malela yang garang sekaligus rupawan.


Tak berlebihan kalau beberapa situs pelancong dan website pemerintah menyebut-nyebutnya Niagara dari Tanah Sunda. Dalam bahasa Sunda, curug berarti air terjun, sedangkan nama Malela diambil dari bahasa Kawi, yang berarti baja. Hal ini menggambarkan tebing batu dari jenis Breksi berwarna gelap yang tampak berdiri kokoh dan jadi tempat jatuhnya aliran air sungai Ci Curug. Dengan peta topografi ketinggian sekitar 50 meter dan lebar sekitar 70 meter, Curug Malela mungkin mirip Niagara, tapi dalam wujud yang mini.

Saya dan beberapa teman mulai beratraksi melompat dari satu batu besar ke batu besar lain mendekat ke tengah Curug. Sensasi percikan air yang ditiup angin terasa menampar wajah kami. Segar sekali. Segala lelah dan penat pun langsung sirna seketika. Lalu semua sibuk sendiri menikmati panorama. Ada yang mengabadikan pemandangan dari balik lensa kamera. Ada juga yang malah memanfaatkan kontur alam Curug Malela jadi latar untuk foto praweddingnya. Dan hasilnya, jangan ditanya. Sangat memukau! Satu hal yang tak ketinggalan yakni foto narsis ria, kami mulai sibuk jepret sana sini dengan aneka gaya. Hahaha.

Dibidik dari lensa IR sang fotografer kawakan.

Beda dengan sebelumnya, rasanya waktu cepat sekali bergulir. Hari makin siang dan panas menyengat. Pengunjung Malela juga sudah mulai ramai oleh beberapa kawula muda. Rupanya wilayah ini tak lagi hanya terkenal di kalangan petualang, tapi sudah familiar bagi para wisatawan, terutama penggemar wisata air terjun. Pemerintah yang sudah mulai berbenah sejak tiga tahun silam juga memudahkan wisatawan dengan membuat jalan setapak dari beton. Sehingga para pengunjung tak perlu bersusah payah trekking di jalur yang terjal lagi licin.

Sayangnya, tak seperti wisata air terjun biasanya, kali ini kami tak berani mandi-mandi di curug. Di samping arus airnya yang deras dan debitnya bertambah karena hujan semalamnya, kami mengurungkan niat demi melihat airnya yang berwarna kecoklatan dan banyak sampah berserakan. Tentu saja ini jadi mengganjal, mengingat Curug Malela ini sebenarnya ada di kawasan hutan. Ternyata aliran kalinya telah digunakan untuk menghanyutkan sampah-sampah penduduk dari daerah yang lebih dulu dilaluinya. Selain itu, pengunjung Malela rupanya juga kerap menyisakan sampahnya di tepian sungai, hingga mengurangi kemolekan Malela.

***
Santai sejenak di atas bebatuan.

Kali Ci Curug tak hanya membentuk Curug Malela saja tapi masih ada enam curug besar lainnya, yakni Curug Katumiri, Manglid, Ngebul, Sumpel, Palisir, dan Pamengpeuk. Curug di aliran paling atas yakni Malela. Di tepat di seberangnya, tampaklah curug Manglid yang memiliki spot goa di belakang air terjun. Hanya saja, curug ini termasuk curug musiman, kadang kering kadang ada air terjunnya. Salah satu teman yang sering bepetualang berujar di dalam goa itulah dulu tempat persembunyian penduduk saat muncul gerakan DI/TII. Lalu, kebalikan curug Malela yang airnya jatuh terpisah, pada Curug Ngebul airnya malah jatuh mengumpul. Kalau punya waktu lebih, tak ada salahnya menyusuri curug-curug tersebut karena masing-masing mempunyai keunikan tersendiri.

Bicara soal wisata alam, Indonesia punya banyak spot yang tak kalah dengan pesona wisata di luar negeri. Masih banyak kekayaan alam khas negara tropis yang potensial jadi tujuan wisata namun belum tergarap dengan baik. Enam curug dan Niaraga mini di Tanah Sunda ini hanyalah segelintir.

Sayangnya kami belum sempat melipir ke curug itu karena terbatas waktu dan akses yang masih sulit. Belum puas kami berlenyeh-lenyeh di atas batu sambil berjemur, kami tersadar harus segera beranjak. Matahari tepat dia tas kepala ketika kami membereskan tenda dan kembali menuju pos terakhir, tempat mobil diparkir.

Siang itu sebenarnya medan trekking jadi terasa sangat berat karena berupa tanjakan dengan kemiringan hingga 70 derajat. Beberapa tukang ojek yang bergerak lincah di jalur offroad menawari saya tumpangan ojeknya. Tapi demi melihat jalur yang dilalui adalah jalan tanah dengan kemiringan yang sama, nyali saya langsung ciut. "Enggak Kang, saya jalan aja," kata saya seraya menggeleng.

Pilih tangga atau ojek??


Rasanya bergidik ngeri membayangkan duduk di boncengan motor berkecepatan tinggi dengan jalur yang menanjak dan licin. Tapi dalam hati saya mengumpat karena memilih jalan kaki. Perjalanan menjadi sangat lama karena berkali-kali saya berhenti sebentar untuk mengatur nafas dan menegak air mineral. Ah, saya merasa malu karena masih muda tapi sudah terengah-engah di dakian yang belum seberapa.

TIPS:
1. Siapkan fisik dan stamina, karena perjalanan menuju Malela akan membutuhkan jiwa petualangan.
2. Bawa jas hujan atau payung untuk berjaga-jaga saat turun hujan. Sebaiknya hindari musim hujan.
3. Jangan lupa bawa sunblock dan pelembab dan topi. Saat siang hari tempat ini sangat panas dan terasa gersang.
4. Jika menginap, bawalah senter dan baterai cadangan karena di homestay tidak ada listrik. Sumber energi yang tersedia ada di warung pos terakhir.
5. Lebih baik menggunakan kendaraan pribadi, sebab tidak ada kendaraan umum sampai ke Curug. Pastikan kondisi kendaraan yang dibawa benar-benar berstamina. Jalanan yang tak mulus selain memerlukan sopir yang piawai juga mobil yang prima.
6. Kalau bernyali lebih, cobalah petualangan offroad naik ojek. Memberikan sensasi petualangan yang berbeda.

Biaya-Biaya:

Biaya penginapan per malam Rp 75.000
Uang masuk ke curug Rp 15.000 per orang (jika menginap) atau Rp 10.000 per orang (jika tak menginap).
Biaya ojek dari/ke curug Rp 7.000-10.000 (tergantung kemampuan menawar).
Makan Rp 6.000-10.000 per orang sekali makan.

-----*****------

Jumat, 27 Juli 2012

Rindu

ahh..
aku rindu ketinggian.
rindu hawa dingin pedesaan.
rindu alam bebas.
air sungai yang mengalir jernih membelah perbukitan.
rindu menjejakkan kaki di atas rerumputan.
menggembalakan kerbau, menungganginya.
rindu membaui tanah yang tersiram hujan.
rindu kampung halaman.

*Djakarta, nginap untuk menyelesaikan fokus Weekend di kantor sambil mencuri pandang ke Pembukaan Olimpiade London di tipi.

Selasa, 03 Juli 2012

Taman Kota Pun Jadi Saksi Kemesraan

Jumat siang itu, matahari masih berpijar galak di langit Jakarta. Sepasang remaja itu duduk berdua di bangku taman Ayodia Barito, di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di balik rindangnya pohon, mereka bersantai sambil mengunyah cemilan. Lalu di arah pukul 12, sepasang muda-mudi duduk merapat di lantai sambil menyandarkan punggung ke sebuah dinding.

Si wanita yang mengenakan celana pendek terlihat manyun sambil memainkan handphonenya. Sementara pria di sampingnya tampak sedang mengajak bicara. Sesekali ia mencolek pinggang sambil melirik mesra kepada wanita. Tangan kanannya bergerak menyibakkan rambut pendek si wanita. Tak lupa ia membelai wajah si wanita dengan tatapan menggoda sambil tersenyum.

Hanya berselang tiga meter di depan mereka, ada juga yang tampak berduaan. Dari belakang, tampak seorang remaja wanita berambut sebahu merebahkan kepalanya di dada orang yang berpotongan rambut pendek di depannya. Tangan orang yang berambut pendek merangkul pundaknya sambil mengusap rambut si wanita.

Jika diperhatikan dari jauh, mereka selaiknya sepasang kekasih. Namun, ketika saya mencoba melihat lebih dekat, ternyata keduanya adalah wanita. Hanya saja, wanita berambut panjang yang tampak sedang murung selalu menyembunyikan wajahnya dan menunduk di hadapan wanita berambut pendek.

Selang sejam, pasangan-pasangan itu berlalu. Berganti lagi dengan beberapa pasangan lain. Mereka duduk rapat di tepi kolam air mancur. Sesekali si wanita menyenderkan kepala di bahu pria yang berjaket hitam.

Salah satu di antara mereka, Della Amelia, 19, mahasiswi di Politeknik Departemen Kesehatan mengakui memang banyak yang kerap memadu kasih di taman tersebut. Meski mengatakan tidak berstatus pacaran, wanita yang mengenakan jilbab biru itu mengaku sangat sering datang ke taman bersama temannya, Ardiansyah, 22 sejak saling mengenal empat tahun lalu.

Belakangan keduanya hanya “bertandang” ke taman saat akhir pekan saja. Layaknya pasangan lain, sesekali mereka juga suka makan dan nonton di bioskop. Ketika ditanya aktivitas yang pernah dilakoninya saat di bioskop, dengan jujur Ardiansyah mengaku pernah berbuat “nakal”. “Cipok-cipokan pernah, ya memeluk dan mencium juga, kalau ML (Hubungan seksual) alhamdullilah belum,” kata dia sambil tersenyum.

Della menuturkan, salah satu teman dekatnya, N, yang melakukan gaya pacaran berisiko. Pada tahun lalu, siswi SMA di bilangan Jakarta Kota itu terancam tidak bisa menamatkan sekolah karena hamil di luar nikah. “Memang gaya pacarannya juga sudah parah banget, di tempat umum jalannya mesra-mesraan, ciuman, makanya saya enggak aneh kalau dia jadi hamil.”

Masih kata Della, temannya juga sering dibawa lelaki ke rumahnya saat lagi kosong. “Ayah ibu si cowok kerja dan kakaknya sudah menikah dan tinggal terpisah, saat rumah sepi, mereka main ke sana.” Saat menjelang ujian akhir, Della mengatakan usia kehamilan N sudah empat bulan, namun hanya diketahui oleh teman terdekat dan segelintir guru saja.

Kehamilan di luar perencanaan itu pun tetap dipertahankan. “Karena sudah dianggap darah daging sendiri dan kalau aborsi dia juga ngerti resikonya gede,” kata Della. N diupayakan agar tetap bisa menyelesaikan sekolah dan langsung menikah sepekan usai UAS. “Pas cerita dia mengatakan sambil menangis dan menyesal karena awalnya dia ingin kuliah.”

***

Remaja Indonesia ternyata tak sedikit yang melakukan hubungan seksual sebelum nikah. Tahun lalu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional pernah memotret gaya pacaran dan perilaku seksual remaja Indonesia lewat Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

Rata-rata usia saat pacaran pertama kali ternyata tak beda jauh antara perempuan dan laki-laki yakni pada saat berumur 15 tahun. Dari 14.681 responden berusia 10 – 24 tahun, ditemukan 21 persen wanita yang sudah pacaran sebelum 15 tahun. Jumlah itu sedikit lebih banyak daripada laki-laki yang pacaran sebelum kelas 3 SMP yakni 18 persen.

Saat pacaran, remaja yang ciuman bibir yakni 32 persen. Hanya ada 11 persen yang tak sebatas ciuman tapi juga meraba/merangsang bagian tubuh yang sensitif (petting). Aktivitas yang paling banyak dilakukan remaja saat pacaran yakni pegangan tangan.

Sebanyak lima persen lelaki dan perempuan yang berpacaran mengaku telah melakukan hubungan seksual. Dari penelitian itu ditemukan pada umumnya, rata-rata usia saat melakukan hubungan seksual pertama kali adalah umur 18, 1 tahun. Persentase yang melakukan pada usia 15-17 tahun hanya ada 26 persen.

Saat melakukan hubungan seks sebelum menikah, hampir setengah dari 568 remaja mengaku tidak pakai alat kontrasepsi. Sebanyak 34 persen remaja memakai kondom dan 15 persen mencegah kehamilan lewat praktik sanggama terputus.

Pacar dipilih oleh 90 persen remaja sebagai pasangan seksual, lalu 6 persen melakukannya dengan teman dan 3 persen lainnya bersama penjaja seks komersial. Anehnya, ketika ditanya tentang pendapatnya terkait hubungan seksual sebelum menikah, lebih dari 90 persen pria dan wanita mengatakan tidak setuju. 

*****

Ndoro Kakung. Satu-Satunya Ndoro di Dunia Maya.


Saat berkenalan di toko buku di Plaza Senayan pekan lalu, ia meminta dipanggil dengan sebutan Ndoro. Pria pemilik blog NdoroKakung.com itu memang jadi lebih dikenal sesuai nama akunnya dibanding nama aslinya, Wicaksono. Berkecimpung di blogsphere sejak tahun 2004 nama Ndorokakung sudah sangat familiar bagi kalangan blogger.

“Saat itu saya mencari nama yang mudah diingat orang, ketemulah nama itu dan lama-lama jadi personal brand saya,” kata dia kepada Detik. Ndoro yang berarti “kalangan ningrat” dipilihnya sebagai sebuah parodi untuk pendekatan kelompok sosial. Akibatnya, ia adalah satu-satunya “Ndoro” yang eksis di dunia maya dan punya banyak pengikut.

Awalnya pria yang menjabat editor in chief di plasamsn.com ini mencari sebuah tempat untuk mencurahkan pemikiran pribadinya. Kala itu ia masih berkarir sebagai wartawan di salah satu media nasional. “Blog itu untuk dokumentasi tulisan dan foto-foto yang berisi pandangan personal tentang suatu hal,” ujarnya. Baginya yang terbiasa menulis secara proporsional dengan kaidah jurnalistik, lewat blog Ndoro menemukan “kebebasan” baru.

Di dalam blog-nya, ada satu tagline yang jadi pengikat rasa dan isi tulisan di blog Ndoro yakni Pecas Ndahe. Setiap judul pasti mengandung kata pecas ndahe. Kata yang bermakna denotatif “pecah kepalanya” itu adalah sebuah umpatan sosial di kalangan masyarakat Jogya. “Saya taroh di sana biar unik dan orang akan ingat saya kalau habis mengumpat,” kata dia sambil tertawa.

Ndoro juga mengemban misi berbagi lewat tulisannya. “Pengennya sih jadi inspirasi orang untuk melakukan sesuatu lewat tulisan saya,” kata dia. Karena itu ia sering mengunggah tulisan-tulisan yang bertutur dan memancing rasa ketertarikan orang, misalnya tentang tempat wisata.

Tak tanggung-tanggung, saking doyannya menulis hal-hal yang inspiratif, Ndoro sampai punya lebih dari 10 laman blog. Ada blog yang khusus puisi, cerpen, artikel, sosial media dan banyak lagi. Bahkan karena sudah jarang dikelola, pria berusia 47 tahun itu mengaku sudah lupa. Dulu, ia selalu memperbaharui isi blognya sampai sekitar 2-3 kali setiap hari.

Ndoro pun tak butuh waktu lama membuat isi tulisan-tulisannya. Dengan mempertajam “antena”nya, maka segala apa yang dilihat atau didengar pun bisa jadi sumber inspirasi. Setiap kali ada waktu, ia hanya duduk sekitar 10 menit di depan layar komputernya. Dan simsalabim, sebuah puisi atau cerpen baru pun langsung muncul di laman blognya. “Paling lama prosenya hanya sekitar 30 menitlah,” kata dia.

Tapi lama-lama, ayah dua anak itu mengaku tak lagi sempat mengurus blog dan komentar-komentar pembacanya. Kini ia hanya mengelola dua blog saja yakni yang berisi tulisan dan blog berisi foto. “Sekarang sudah enggak sempat lagi,” kata dia.

Pada awal tahun 2009 ia kepincut dengan dunia baru bernama twitter. Pria berkacamata itu pun langsung membuat akunnya dengan nama yang sudah jadi brand personal-nya, @NdoroKakung. Frekuensinya memperbaharui blog pun sudah jauh berkurang. Sebulan paling sempat sekali atau dua kali ia menyumbang tulisan baru.

“Sekarang lebih enak nge-tweet karena lebih praktis dan pendek, sifatnya juga impulsif,” kata dia. Dengan keterbatasan 140 karakter, Ndoro justru merasa jauh lebih mudah merangkai kata-kata dan melemparnya ke linimasa. Dari pagi sampai malam sebelum tidur, Ndoro bisa “berkicau” sampai 50 kali. Itu belum termasuk jika ia berbalas komenter dengan follower-nya yang hampir menyentuh 68 ribu orang.

Ndoro tahu cara menyenangkan para penghuni twitterland. Ia kerap kali berkicau tentang kegalauan dan menyapa para lajang khususnya di akhir pekan. Seperti misalnya, “Dear singles, you miss the memories or the person? Sincerely Sunday night.”

Lalu, terkadang ia menyebarkan semangat dan motivasi, “Running out of reasons to live? Just remember that someone else's life may never be complete without you in it.” Tapi ia membantah kegalauan itu adalah cermin pengalaman pribadi. Sambil tertawa ia berdalih, “Itu cara saya menyenang-nyenangkan follower saja karena memang perilaku follower-nya suka yang begitu.”

Tapi twitter tak melulu berisi kegalauan. Ndoro juga kerap menyelipkan parodi politik. Isi tweet-nya lahir dari semangat yang sama dengan saat ia pertama kali membuat blog, berbagi. Hanya saja, ia mengaku memang harus mengganti cara berkomunikasinya dan cara mengemas informasi agar berbeda dengan blog.

Akun Ndoro awalnya tak punya banyak pengikut. Namun lama-lama seiring dengan namanya yang mulai dikenal, makin banyak orang yang mem-follow. “Seminggu mungkin ada 500-600 orang,” katanya seraya menambahkan tak begitu memperhatikan sejak kapan followernya mulai meningkat.

Bagi Ndoro, eksistensi di dunia maya tak hanya melalui blog. “Karena sekarang sudah lebih aktif di twitter ya di twitter saja,” kata dia. Keuntungan materiil pun mengalir ke kantongnya lewat sejumlah tawaran jadi buzzer produk otomotif, bank, operator, gadget, property dan consumer goods.

Tapi, kata dia, keuntungan yang terbesar yang dirasakannya yakni non materi. Lewat aktivitas di blog dan twitter, ia kerap dapat pengalaman dan diajak ke sana ke mari. “Tapi yang lebih penting buat saya karena bisa punya teman yang lebih luas,” kata dia menutup pembicaraan. 

****
Tulisan ini sudah diterbitkan di Hariandetik.com

"Perempuan yang Melukis Wajah", Kala Penutur Hujan Bercerita Tentang Rinai Hujan

Delapan selebtwit berkumpul menciptakan sebuah buku kumpulan cerita pendek. Buku yang bertajuk "Perempuan yang Melukis Wajah" itu berisi 11 karya seni dari mereka yang selama ini wara-wiri di linimasa. Mereka memilih hujan sebagai benang merah pengikat cerita. Salah satu penulis Wicaksono atau lebih dikenal dengan nama pena Ndoro Kakung mengatakan proses pembuatan buku setebal 176 halaman itu memakan waktu tiga bulan.

Ndoro menuturkan ihwal keterlibatannya yakni karena ada ajakan dari pihak penerbit untuk membuat proyek buku. "Ini bukan proyek penulis yang sudah menerbitkan sekian ratus jilid buku, walau beberapa di antara kami pernah menulis tapi enggak ada yang  menulis buku cerpen secara komersial," kata dia saat peluncuran buku tersebut di Plaza Senayan, Jakarta, kemarin.

Para penulis cerpen yang menamakan diri penutur hujan itu datang dari berbagai latar belakang seperti blogger, wartawan. Beberapa penulis seperti Wisnu Nugroho dan Karmin Winarta serta Ainun Chomsun mengaku ini adalah proyek perdana mereka menerbitkan kumpulan cerpen. Melalui linimasa mereka sudah terbiasa saling menyapa, bersenda gurau dan berbagi galau.

Setelah mendapat tawaran dari penerbit, mereka berkumpul dan berkoordinasi. Masing-masing penulis lalu mengembangkan dengan gayanya sendiri setelah menyepakati tema. Menurut Ndoro tema hujan sengaja dipilih karena punya kemiripan psikologis yang terjadi pada pengguna twitter. "Setiap kali hujan, tanpa dikomando tweet di linimasa itu pasti pada galau, karena itu kepikiran untuk mengangkat tema hujan," ujar dia.

Ndoro menambahkan, rinai hujan selalu memberikan pengalaman personal dan berbeda-beda bagi tiap orang. Hujan punya cerita tersendiri mulai dari yang menyedihkan, menyenangkan bahkan romantis. Karena itu, cerita yang dikandung dalam tiap-tiap hujan mereka transformasikan lewat kata-kata menjadi cerita pendek yang menggugah rasa sedih, senang atau penuh romantisme.

Pakar Media Sosial Nukman Luthfie mengatakan ada satu keistimewaan kumpulan cerpen itu. Cerpen yang ia baca secara random dalam buku itu menunjukkan sosial media jadi tempat penulisnya menggali inspirasi tentang hujan. Cerita yang menggugah rasa itu antara lain tentang pertemuan dengan teman lama yang sangat dirindukan lewat media. Ada juga kisah tentang kekasih yang mengetahui pasangannya sakit lewat sosial media. "Sosial media itu sekarang jadi sumber inspirasi menulis yang luar biasa, karena orang mencurahkan perasaannya lewat sosial media," kata dia dalam kesempatan yang sama. Menurut Nukman kata-kata yang ada dalam twitter dan media sosial akan bisa jadi sumber inspirasi bagi orang yang sensitif terhadap kata-kata.

Salah satu penulis, Ainun, mengatakan proyek pembuatan buku tersebut hanya untuk kesenangan saja. Ainun mengumpulkan teman-temannya yang suka menulis di sosial media untuk terlibat dalam pembuatan buku. "Karena selama ini orang di sosial media itu hanya menulis tweet saja, sesekali kenapa enggak bikin buku," kata dia. Bagi inisiator Akademi Berbagi itu proyek tersebut memberikan pengalaman yang seru karena ini adalah pertama kali ia menulis fiksi.

Ainun tidak menampik posisi penulis yang juga dikenal sebagai selebtwit akan menguntungkan penjualan bukunya. Sebab, dengan punya banyak pengikut, masing-masing penulis akan bisa melempar informasi dan promosi di linimasa. "Kami punya modal itu," kata dia. Tapi, menurut dia hal itu bukan satu jaminan. Sebab pembelian buku bagi masyarakat Indonesia belum ada pada urutan pertama kebutuhan konsumsi. Namun ia berharap bukunya akan laris dan mendapatkan tempat di hati penggemar fiksi dan sosial media.

Selasa, 26 Juni 2012

Adakah Kau Nyata Atau Fatamorgana

-->
Tak hanya lidah, hati dan perasaan itu enggak bisa dibohongi.
Aku kerap bertanya kenapa kau menjauh?

Di satu sisi aku ingin melupakan..
Merelakan saja ketidakjelasanmu.
Kupikir aku telah bisa.
Hampir dua bulan sudah.
Terasa hambar.

Tapi aku selalu memulainya lagi.
Setiap kali merasa rindu aku memandangmu.
Aku memimpikanmu.
Tapi bahkan di dalam mimpi pun kau menjauh.

Lalu kini, ada yang mendekat.
Tapi pintu itu telah terkunci rapat.
Susah membuka hati jika sudah ada kau yang menghuninya.

Aku menunggu semua membaik.
Berharap pada dongeng-dongeng bahwa kelak kau akan melihatku.

Tapi saat kumulai lagi tadi, semua semakin hambar.
Rasa iu telah menguap, jauh.
Berganti jadi perih.
Perih yang dalam, yang kusimpan sendiri.

Aku berharap kau akan hangat.
Tapi tidak.
Kau malah semakin membuktikan bahwa mereka benar.

Harusnya aku tidak perlu ragu lagi.
Harusnya aku melupakanmu saja.
Kau hanya fatamorgana, kan?

Kau tak nyata walau kau ada.
Kenapa kau menyandera hatiku??

Jakarta, di sela-sela deadline.


Minggu, 17 Juni 2012

Hampa-nya Ari Lasso

Ku pejamkan mata ini, mencoba tuk melupakan

Segala kenangan indah tentang dirimu tentang mimpiku

Semakin aku mencoba, bayangmu semakin nyata..

Merasuk hingga ke jiwa, Tuhan tolonglah diriku..

Entah di mana, dirimu berada..

Hampa terasa, hidupkan tanpa dirimu..

Apakah di sana kau rindukan aku?

Seperti diriku, selalu merindukanmu..

*****

Tak bisa aku ingkari, engkaulah satu-satunya

Yang bisa membuat jiwaku, yang pernah mati jadi berarti..

Namun kini kau menghilang, bagaikan ditelan bumi

Tak pernahkah kau sadari, arti cintamu untukku..


*Hampa, Ari Lasso..
Tentang rasa kehilangan akan seorang kawan.

Senin, 21 Mei 2012

Kau, Mimpi Burukku

Aku mimpi buruk. Aku mimpi tentangmu. Sesuatu yang sangat sering terjadi belakangan ini. Namun adegan yang terjadi malam tadi adalah yang paling tak kusukai.

Kamu ada. Tapi kamu tak mengacuhkanku. Sikapmu dingin, sangat dingin. Segala bujuk dan laku yang kulakukan pun tak mencairkan kebekuan hatimu.

Dalam diammu kamu tak mengijinkanku tahu apa salahku. Pun saat kita berpapasan, kamu tak mengindahkanku.

Yang paling menyakitkan, saat mereka, sahabat dan kekasihmu tiba, sikapmu sangat berbeda. Kamu menyambutnya dengan hangat. Penuh sukacita. Kamu tertawa. Dan aku menangis.

Tangis karena amarah. Tangis karena sedih. Tangis karena kehilangan. Tapi kamu tetap tak bergeming. Membuatku kebingungan.

Hatiku meradang. Hingga seorang teman datang dan bertanya. Ia heran melihat kita. Mengingat kita dulu pernah sangat akrab.

Tapi dunia virtual memang tak selalu sama dengan dunia nyata. Teryata beberapa kali pertemuan kita juga tak berguna merekatkan jiwa dan menumbuhkan kecintaan.

Tangis dan amarah membuatku terjaga. Kulihat jam, pukul 05.00.

Jarang sekali aku terbangun pagi begini. Di luar belum terdengar suara lain selain kicauan burung. Lalu aku merenung. Ahh, rupanya aku terlalu takut kehilanganmu.

Takut yang membayang hingga merasuk ke mimpi-mimpi. Sikap dinginmu belakangan ini padaku membuatku bertanya-tanya, peran apa yang sedang kamu mainkan.

Lakonmu yang tak acuh padaku membuat batinku bertanya. Namun kita berdua tahu, kita sama-sama terlalu sungkan membuka diri. Terlalu enggan menunjukkan emosi. Kata orang, kita sama-sama terlalu angkuh untuk memulai. Benarkah?

Kumohon, kembalilah jadi seperti dulu. Saat kita batin kita benar-benar dekat walau badan terpaut jauh. Aku rindukan sikapmu itu. Kala kita sama-sama tak sungkan mengucap rindu tanpa ada rasa gengsi. Dan aku selalu tak sabar bersua denganmu. Selalu berdebar setiap mengingatmu.

Aku rindu kala mimpi tentangmu selalu jadi mimpi termanis. Bukan mimpi buruk seperti ini.


Djakarta, Selasa 22 Mei pagi - Kepada seorang teman.

Saat Gairah Memudar

Ia heran. Semua yang dikerjakannya terasa salah. Seakan masalah jadi bayang yang paling lekat lebih dari bayangannya sendiri. Ia pun mencatat hari ini dalam sejarahnya. Bahwa alam telah mermufakat menertawakannya.

Gairah menguap dari hidupnya. Ia lupa sejak kapan. Seingatnya dulu ia selalu bersuka tak peduli seberat apa harinya. Ia selalu menganggap dirinya sedang bermain teka-teki. Menebak misteri yang ada dalam pandoranya.

Pun suka atau duka ia anggap sebagai pelanginya. Semangat ia menyambut matahari sampai ia pulang setelah bulan merajai langit. Tak pernah ia mengeluh. Awalnya.

Namun lama kelamaan, ia tahu segala sendinya mulai berontak. Merasakan jenuh yang memuncak. Semangat berganti keengganan. Enggan beranjak menapaki hari. Enggan menyambut misteri.

Pikiran hati dan perasaannya tak lagi seirama. Dia muak. Dia ingin muntah. Perutnya bergejolak walau isinya tak kunjung tumpah ruah. Aneh.

Ia heran.Semua yang dikerjakannya terasa salah. Seakan masalah jadi bayang yang paling lekat lebih dari bayangannya sendiri. Ia pun mencatat hari ini dalam sejarahnya. Bahwa alam telah mermufakat menertawakannya.


Djakarta - Hari bersejarah peringatan 14 tahun Reformasi.

Minggu, 20 Mei 2012

Tentang si gadis.

wajah gadis itu tak bersinar, sorot matanya redup, Ada apakah gerangan? Apakah ia telah kehilangan pelita hatinya? Kemana alam melarikan sinar hidupnya?

Sebenarnya masa depan itu ada..

Dan dia paham, ia bisa mengubah nasibnya..

Dia juga tahu pasti, keputusannya hari ini akan mengubah nasibnya.

Tapi dia seperti kehilangan hidup, mungkin juga sudah lupa ia cara tertawa..

Tak pernah lagi ia melakukan hal-hal yang ia sukai, yang ia senangi..

Karenanya, tak ada semangat sama sekali dari wajahnya..

Gadis itu tahu, ia harus berubah dan mengubah hidupnya..

Hanya saja, ia belum yakin dengan pilihannya. Memilih memang bukan perkara mudah baginya. Ia selalu takut salah memilih. Banyak sekali pertimbangan sang gadis. Terutama sekali karena ia terlalu memikirkan apa yang dipikirkan orang tentangnya.

Ahh, kubiarkan saja ia merenung sampai puas. Menimbang baik buruk yang sebenar dengan masak. Mungkin ia memang butuh waktu adanya. Agar kelak ia tak menyesal.

Aku diam melihatnya membisu.

Walau ia bisu, pikirannya mengembara, seperti yang ia selalu inginkan. Mengembara.

Djakarta - a day before "it"

Rabu, 16 Mei 2012

Memetik Ilmu dari Kisah Charice Pempengco dan David Foster

Perjalanan hidup itu tak terduga. Satu kalimat yang kupelajari dengan melihat rekam jejak perjalanan hidup seorang penyanyi setelah menonton hampir semua video tentang dia yang ada di youtube. :)


Namanya Charice. Ternyata aku sudah beberapa kali mendengar suaranya dalam rekaman mp3 yang ada di hpku, kala dia menyanyikan lagu I Have Nothing bersama David Foster. Sudah sering sekali lagu itu kuputar, tanpa aku pernah mengenal bagaimana aslinya rupa seorang Cherice. Yang kutau suaranya bagus dan dalam bayanganku ia sudah tua. ;)


Hari ini, tanpa sengaja aku “bertemu” dengan dia saat berselancar mencari video lagu-lagu lama Celine Dion. Tak lama aku malah hanyut dalam pesona seorang Charice.

Wajah Asia-nya menarik perhatianku. Dia benar-benar unpredictable. Begitu dia membuka mulut saat bersanding dengan Celine Dion dalam lagu Because You Loved Me, dia sangat memesona. Suaranya benar-benar powerful, dan nadanya tak ada yang melenceng. Tepat.


Lalu berlanjut, satu per satu videonya ku buka. Charice Pempengco, dia menyandera hatiku. Dan liku hidupnyalah yang sangat ingin kututurkan kembali di sini. Saat usianya tiga tahun, ia melihat bapaknya menodongkan senjata ke arah ibunya. Awal kisah yang membuatnya terpaksa meninggalkan sang ayah dan mulai melanglang buana bersama ibunya. Lalu, demi mencari nafkah, ia pun mulai manggung dari satu lomba ke lomba lain.


“Saya sudah mengikuti hampir 90-100 lomba,” kata dia. Kemudian, jalan hidup mempertemukannya dengan Oprah saat sang bintang talkshow itu sedang mengadakan ajang cari bakat. Kala itu, usianya sudah 16 tahun. Karirnya pun mulai bersinar.


Charice “dilamar” oleh David Foster sang hitmaker yang banyak melambungkan nama artis papan atas dunia. Lagu-lagu milik Celine Dion dan Whitney Houston yang mungkin sudah ratusan kali dinyanyikan Charice pun kembali ia bawakan, namun langsung dibawah arahan sang pencetak hit, David.


Charice pun bertemu dengan artis yang jadi role modelnya, Celine Dion, tokoh yang telah ia gambar di dalam dreambook-nya sejak ia masih sangat belia. Tak hanya bertemu, Celine bahkan mengajaknya bernyanyi di Madison Square di depan ratusan ribu orang. Performanya sungguh tak kalah saat bersanding dengan sang bintang.


Kemudian, bersama David ia berkeliling dunia dalam panggung-panggung pertunjukan. Aksi panggungnya semakin lama semakin matang. Penampilannya pun mulai banyak berubah, ia menjadi bintang sungguhan. Suaranya yang bening namun berpower dan improvisasinya enak di telinga.


Debutnya, In This Song, berisi semangat yang kuat dalam menjalani kehidupan. Dalam melakoni hidup, lakukan sepenuh hati dan sepenuh jiwa. Di usia 18 tahun ia mempunyai album lagunya sendiri dengan hits Pyramid, lagu yang menurutku sangat bagus.


Jalan hidupnya pun berubah total, ia terkenal di dunia. Videonya di youtube ditonton oleh jutaan orang. Dia juga berbagi panggung dengan banyak artis kaliber dunia, kesempatan yang benar-benar sangat didambakan oleh banyak penyanyi. Dia menjadi idola.
 
Tentang ibunya, Charice mengatakan ia adalah sumber semangatnya. Alasannya untuk bekerja keras. Ia mengatakan, pilihan terjun ke dunia tarik suara awalnya adalah agar bisa membantu ibunya membeli makan. Tapi, ia tak hanya memberikan makan. Selain memberikan rasa bangga bagi orangtuanya yang selalu tampak ikut di hampir semua show Charice, gadis Filipina itu juga memebelikan mobil dan rumah kepada sang ibu. Sesuatu yang tentunya sudah lama jadi mimpi mereka berdua.


Lalu apa yang membuat dia sangat tangguh? Dalam satu show Oprah tahun 2010, Charice mengatakan gurunya David Foster memberikan petuah yang sangat ia kenang. Pelajaran paling berharga dari sang hit maker adalah ketika mengajarkannya untuk jadi yang terbaik, tak hanya sekedar baik. “IT HAS TO BE GREAT, NOT GOOD”


Dia mengaplikasikannya dalam hidupnya, terutama dalam karirnya. Ia melatih diri dan menyanyikan 200 lagu dalam seminggu. Charice benar-benar mengasah diri, hingga jadi yang terbaik. Dalam empat tahun perjalanan karirnya sejak “ditemukan” Oprah, Charice tumbuh semakin luar biasa.


Perjalanan hidup masih panjang, masih banyak tantangan di depan. Setiap hari kita akan melalui jalan dan jembatan yang berbeda untuk mencapai impian kita. Hari ini Charice, dan tentunya petuah dari sang hitmaker, menularkan semangat yang sama bagiku.


Kita dituntut untuk belajar, memperbaiki diri dari tiap kesalahan sehingga menjadi lebih baik, lebih baik, dan lebih baik lagi hingga jadi yang terbaik. Apapun jalan hidup yang kita pilih, jadilah yang terbaik.

Salam.

P. S I Love You






P. S I Love You!!!! *that's it

Minggu, 29 April 2012

surat padamu kawan

kawan..

pernahkah kau merasa sedih??

merasa perih??

merasa jatuh??

merasa tak enak??

merasa selalu salah??

dan sama sekali tak hebat..

tak bermanfaat..

yang kau lihat dari dirimu hanya yang negatif saja..

apakah yang akan kau rasakan??

kecewa..

marah..

tak berarti..

payah..

itulah kawan..

itulah yang kurasakan malam ini..

saat kepercayaan diriku mendadak hancur..

musnah..

tak tahu bagaimana harus bersikap menyambut matahari besok..

"Salah itu biasa, tapi biasa salah menjadi binasa"

Ciumi Aromamu, Hidupkan Asaku

Aku bahagia. 


Setelah sekian lama merindu, akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi.


Duduk dekat mu.


Merasakan kembali kehangatan aroma tubuhmu.


Aroma yang telah lama ku rindui. 


Yang tak ada duanya di antara semua yang ku kenal. 


Menghidupkan asa yang lama telah meredup.


Ahh, sungguh ku menikmati momen itu.


Ku hirup nafas dalam-dalam.


Walau hanya beberapa detik aku menciumi bau mu.


Ku harap aroma itu bisa tinggal lebih lama. 


Usah hilang lagi.

Rabu, 25 April 2012

Asa dalam Aroma

Memasuki kamar ini, rasanya aku seperti ingin menghirup sisa udara yang kau tinggalkan. Seakan aroma tubuhmu ada di dinding, melekat di kasur dan segala bantal tempatmu merebahkan kepala.  Ingin ku tidur di tempatmu beristirahat kemarin malam, berharap aku dapat menyelami sebagian dari segala angan dan mimpimu yang mungkin ada tertinggal di peraduan ini.

Aroma ini begitu kuat, melekat dalam ingatan. Setiap kali aku menghirup udara di sini aku kembali teringat padamu. Terasa nyaman! Sungguh kau adalah sosok yang sangat kukagumi dan sangat berarti dalam hidupku. Segala masa lalu yang pernah tercipta dan tergores dalam ingatanku ada kenangan tentangmu, tentang kita. Memang hubungan kita ini adalah hubungan yang aneh, sulit untuk ku deskripsikan dengan kata-kata.

Keheningan malam ini seakan memacu ingatanku untuk bergerak cepat, mundur dalam tiap lembaran masa lampau. Kau dan aku begitu dekat. Saat itu aku teramat polos jika tak ingin dikatakan lugu. Semua yang ada dalam diriku, tak ada yang layak dibanggakan. Tapi kehadiranmu sungguh bagaikan api yang membakar segala syaraf-syarafku, aku ingin maju. Aku ingin jadi orang pintar, tak ingin selamanya jadi orang bodoh.

Kau bilang aku perlu belajar banyak hal. Kau ajarkan bahwa yang ini perlu, dan yang itu tidak perlu. Kau bilang yang ini baik dan yang itu tidak baik. Kau juga yang selalu membuat aku merasa berharga, merasa bahwa aku layak mendapat perhatian saat yang lain tampak tidak menyangiku sama sekali. Kau menjaga dan bahkan menaikkan harga diriku. Kau mencintaiku dengan caramu sendiri.

Aku pun begitu padamu. Aku menyayangimu sepenuh hatiku. Segala hormatku, cintaku, dan harapanku ku tumpukan padamu. Kaulah yang menjadi acuanku dalam hubunganku dengan orang lain, pendidikanku dan mungkin masa depanku. Aku berharap hubungan kita bisa berjalan semanis itu selalu, kau ada di sisiku dan aku pun begitu padamu.

Tapi saat itu, kosmis tidak mendukung harapanku. Waktu terus berjalan maju. Kau katakan padaku ingin menggapai cita-citamu. Kau bilang ingin belajar di luar kota, tapi ternyata kau keluar pulau. Menyeberangi lautan. Jarak dan waktu telah merenggut kau dariku. Bahkan, terakhir kau katakan padaku kau ingin juga untuk meraih cita2mu ke luar negeri, keluar dari benua yang ku diami sekarang.

Tak kau sadari dan tak terkatakanku betapa hancur hatiku saat kau memutuskan untuk pergi. Segala asaku seakan menguap bersama angin malam menjadi titik2 embun. Mungkin kau tak melihat air mataku dan perihnya rasaku. Ingin kupinta kau untuk tetap di sini, bersamaku, tapi kulihat kau juga merasa hancur saat itu. Kegagalanmu saat itu membuatmu sedih dan aku harus berpura-pura tegar mendukungmu karna ku tak mau merengek seperti anak kecil dan menghalangimu kebebasanmu meraih segala cita.

Tapi, hanya aku yang tau bahwa setelah kepergianmu yang dulu, tak ada lagi yang bisa membuat aku tetap bersemangat. Tak ada lagi yang membakar asaku setiap hari dan  menghiburku saat aku sedih. Tak ada lagi yang bernyanyi denganku, tak ada lagi yang membelaku saat mereka semua memusuhiku. Tak ada senyuman hangat dan sorot mata penuh semangat yang mencerahkan hariku. TAK ADA!! Karna hanya kau yang pernah melakukannya.

Sejak itu, aku mulai putus asa. Aku sangat rindu padamu, tapi aku tak tahu bagaimana mengatakannya. Aku sedih, aku menangis, Tapi air mataku tak ada yang menghapus. Aku pun tak mampu, maka aku membiarkannya mengalir sesukanya. Hari-hariku menjadi kelabu, apalagi semangat belajarku. Aku sangat membutuhkanmu, atau paling tidak orang yang mampu menggatikan hadirmu. Tapi tak kutemui itu sampai sekarang. TAK ADA!! Karna aku pernah berkata, hanya kau orang yang pernah membuatku nyaman.

Lama berselang, waktu mulai membalut lukaku. Perih itu mulai mengering, namun tetap membekas. Sejujurnya aku tak ingin kelihatan lemah di depanmu. Aku sulit mengatakan, namun sebenarnya ku tidak puas dengan keadaanku sekarang. Jika saja kau dulu tetap ada, paling tidak aku bisa tetap mempertahankan cita-citaku karna kutahu ada kau yang mendukungku dan mengarahkanku ke jalan yang kita berdua sama2 inginkan.

Penyesalan itu memang tak baik. Kau pernah mengatakannya padaku, suatu waktu dulu. Maka itu aku tak ingin larut dalam penyesalan. Aku pun tak ingin menyalahkan kau. Ini salah keadaan yang dulu. Bukan!! Ini memang sudah ditakdirkan. Kita bertemu dan berpisah.
*****

Namun, saat waktu mempertemukan kita kembali untuk yang berikutnya, aku dilanda kebingungan. Aku masih mengagumimu, bahkan menyukaimu. Kau masih tetap panutanku. Kau masih dan makin bersinar, sementara aku masih redup. Diam-diam, aku masih seperti yang dulu, walaupun aku tak ingin menunjukkannya secara langsung, seperti yang dulu, saat aku bisa bermanja-manja padamu. Aku takut kau tak suka padaku. Aku takut kau tak mau menerimaku saat aku datang padamu. Aku telah bilang bahwa kau memang sudah hebat, walaupun kau pernah bilang secara pribadi padaku, bahwa kau merasa gagal.

Cita-citamu yang dahulu tidak berhasil kau capai, katamu.  Tapi aku tetap merasa aku tak patut denganmu.
Kau tahu, aku selalu bersusah payah menyembunyikan rasaku padamu. Di usiaku yang sekarang bisa dikatakan dewasa, aku harus berpura-pura dewasa. Walaupun sesungguhnya, aku masih terlalu kekanak-kanakan. Aku masih berharap dapat bermanja padamu, seperti yang dulu terbiasa ada. Mungkin rasa yang ada itulah yang menyebabkan aku sampai sekarang masih menutup hati pada pria-pria yang mencoba mendekatiku. Aku telah menjadikanmu semacam standar bagi mereka. Jika aku tidak bisa denganmu, maka pria manapun yang jadi penggantimu harus sepertimu, minimal. Harus menyayangiku seperti caramu.

Aku tahu, kelihatannya aku  memang sudah mulai kehilangan kewarasanku, karnamu. Karna semua rasa yang dulu ada. Aku tergila-gila padamu. Aku sangat senang melakukan apa yang kau mau aku lakukan untukmu. Kau tahu, aku sangat senang saat kita punya kesempatan untuk pergi berduaan seperti kemarin sore. Aku bisa bercerita banyak padamu. Tidak.. tidakk.. sebenarnya aku berusaha mendengar sebanyak mungkin ceritamu.

Kau tidak tahu,, tapi aku sangat rindu dan ingin menanyakan cerita hidupmu selama 12 tahun semenjak kita berpisah. Aku ingin tahu segala perjalananmu, susah dan sedih hidupmu. Aku ingin tahu semua. Sejujurnya aku ingin tahu dan mendengar darimu apakah kau akan mengatakan bahwa kau merindukanku selama renggang waktu yang lama itu. Aku ingin mendengar apakah aku pernah hadir dalam pikiranmu?

Tapi, kau malah secara tidak sengaja melukai hatiku kembali. Saat kita bersama itu, kau malah memintaku membantumu untuk memilihkan hadiah yang akan kau berikan pada insan bernama wanita. Aku tak tau apakah kau mencintai wanita itu, meskipun kau katakan belum pasti bisa mendapatkan hatinya. Tapi, kau berani berkorban hadiah yang sangat mahal itu pada gadis yang akan segera berangkat ke negeri yang jauh di belahan bumi yang lain. Aku tak berhak melarangmu. Toh, siapalah aku bagimu??
Aku katakan padamu, semoga  ia menyukai pilihanmu dan menerima cintamu. Kau tak tahu, sebenarnya kata-kata itu bagaikan pedang yang menyayat perasaanku sendiri. Itu palsu, kamuflase. Rasanya aku bagaikan membunuh diri sendiri. Tapi mungkin rasa ini memang harus dibunuh!!

Ah, aku ingat, satu-satunya yang bikin aku senang, saat kau menanyakan berapa usiaku saat ini? Aku bilang telah mencapai 22 tahun. Aku maklum jika kau bahkan tak ingat usiaku. Aku paham itu, karna kau sangat sibuk dalam mengejar karirmu sehingga bahkan usiamu sendiri pun tak kau sadari telah beranjak jauh.
Dan lagi setelah itu, kau bertanya apakah aku telah punya pacar atau belum. Kujawab “belum”, karna memang itulah adanya. Kau menyarankan agar aku segera pacaran, mumpung usiaku masih muda dan tiga tahun lagi bisa menikah. Ahh.. sebenarnya aku kecewa pada diriku sendiri. Andai saja aku bisa jujur saat itu bilang bahwa sebenarnya aku menunggu kau.

Tapi lidahku terlalu kelu untuk dapat bercerita banyak. Aku hanya mendengar ceritamu saja. Kau bilang bahwa kau telah berkali-kali ditolak wanita. Aku tidak tahu tipe wanita seperti apa yang telah membuatmu kecewa itu. Mungkin, mereka yang bodoh telah menolak cinta yang kau tawarkan. Atau mungkin, gadis kota yang kau incar itu sesungguhnya bukan yang tepat untukmu. Jika demikian, aku bersyukur mereka menolak, sehingga kau tidak terperangkap pada gadis metropolitan, pedandan yang keranjingan berhedon ria.

Berikutnya, kau bilang akan segera menikah tahun depan. Aku bingung karna saat kutanya, kau bilang sebenarnya kau belum punya calonnya. Aku senang tapi sedih. Aku sedih tapi senang. Aku bingung. Jujur aku ingin mendukungmu, karna kata orang bahwa cinta itu tak harus memiliki. Dan cinta yang terbesar adalah memberikan dukungan kita pada orang yang kita sayangi dan merasakan bahagia saat mereka bahagia dengan apapun itu yang menjadi pilihannya.

Namun di sisi lain, aku ingin jujur padamu. Tak ingin lagi cinta yang kupendam ini menyisakan luka atau membuat luka yang baru. Karna kudengar juga mereka bilang, bahagia yang paling besar saat kita bisa jujur dan berdamai dengan diri sendiri. Artinya, tidak menyimpan kebohongan atau kepura-puraan. Itulah hidup yang paling enak.

Tapi, bagaimana bisa aku memutuskan itu? Hubungan ini terlalu rumit. Tak semudah yang mereka bayangkan. Jika ini dilanjutkan akan sangat berbahaya, bagimu, bagiku, ataupun mereka yang lain. Jika ini dipendam, dibunuh, dan dibakar dalam sekam mungkin hanya aku yang akan mati perlahan-lahan. Karna cinta ini dengan sendirinya akan seperti sekam dalam hatiku. Perlahan-lahan akan membuat aku gila dan menggilaimu lantas kemudian mati terbakar, menjadi abu oleh keabu-aan cinta itu sendiri.

Bahkan saat aku ada dikamar ini, sendirian, tak henti-hentinya aku membayangkanmu. Aku menarik nafas panjang dan dalam-dalam berharap segala aroma tubuhmu yang melebur dalam oksigen dapat kubawa masuk kedalam paru-paruku, meresap dan menjalar ke tiap nadiku. Kau bisa bayangkan, aku akan menjadi gila jika aku kehilangan aroma tubuhmu.

Mencium aromamu dan merasakan jejakmu disini menjadi semacam morfin yang melegakan segala penatku. Membuatku sejenak melupakan bahwa mencintaimu semakin dalam, hanya akan mengorek sisa luka lama, menjadi semakin dalam. Tapi terserahlah.

Malam ini aku ingin tidur dan memeluk bantal yang kemarin kau peluk. Menyelimuti diriku dengan selimut yang kau gunakan menutup tubuhmu semalam. Biarkan saja aku memeluk dan mencintaimu dalam imajinasiku. Kau tak perlu tahu, mereka juga sebaiknya tak usah tahu. Bukankah itu lebih baik???