Selasa, 17 Desember 2013

Misteri Cewek Terakhir Soe Hok Gie dari Puncak Mahameru



Dalam buku ‘Soe Hok-Gie, Sekali Lagi; Buku, Pesta dan Cinta di Alam dan Bangsanya’ Rudy Badil membongkar ingatannya tentang percakapan terakhir dengan Soe. Ketika itu, di Puncak Semeru, Selasa, 16 Desember 1969, hari belum terlalu gelap. 

Namun, karena kondisi darurat, cuaca yang sedang buruk yakni gerimis dan berkabut, tim pendaki dari Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala), Fakultas Sastra UI buru-buru turun dari 3.676 meter di atas permukaan laut, puncak Mahameru. 

Rudy menyapa Soe Hok Gie yang sedang duduk termenung. Yang disapa malah menyempatkan menitipkan batu dan daun cemara untuk teman-teman perempuannya. “Nih gue titip ya, ambil dan  bawa pulang batu Semeru , batu dari tanah tertinggi di Jawa. Simpan dan berikan ke cewek-cewek,” kata Luky Badil mengutip ucapan Hok-Gie ketika itu. 

Teman sependakian lainnya, Wiwiek alias Wijana juga sempat ngobrol dengan Soe. “Wiek bawa ke Jakarta daun cemara ini, itu daun cemara dari hutan tertinggi di di Pulau Jawa kasih buat cewek-cewek kita di kampus Rawamangun,” kata dia sambil menitipkan sejumput daun cemara.

Ternyata itu adalah obrolan mereka yang terakhir kalinya Hok-Gie sebelum dia ditemukan tewas. Entah wanita mana yang ia maksud ketika mengatakan “cewek-cewek”. Yang jelas, Soe Hok-Gie pria intelek aktivis 1966 memang dikenal punya banyak teman akrab mahasiswi sastra UI.

Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, ada tiga wanita yang akrab dengan Soe, yakni Kartini Pandjaitan, Luki Sutrisno Bekti, dan juga Nessy Luntungan Rambitan. Kartini Pandja
 
Luki Sutrisno Bekti, sudah dekat dengan Soe sejak 1967-1969. Dia menyebut Hok-Gie adalah orang yang menyenangkan dan sangat perhatian pada banyak orang, sehingga ia sering jadi tempat curhat. Bagai seorang dokter yang buka praktek, orang harus bikin janji dulu jika ingin bicara serius dengan dia.

Pria kurus cungkring bermata cipit ini ternyata selain piawai di kancah politik dan sastra budaya, ia juga dikenal sangat humanis. Kepeduliannya yang tinggi membuatnya punya banyak teman.

“Dia orang yang pandai mendengarkan dan menanggapi keluh kesah teman-temannya, teman curhat yang baik. Teman perempuan maupun laki-laki tak sungkan curhat pada Hok-Gie,” ujar Luki Bekti seperti dimuat di buku ‘Soe Hok-Gie, Sekali Lagi; Buku, Pesta dan Cinta di Alam dan Bangsanya’.

Sosok Soe, di tengah kesibukannya yang segudang, tetap sabar dan penuh perhatian. “Kadang saya bepikir bagaimana Hok-Gie bisa membagi waktu dan perhatiannya buat begitu banyak permasalahan, politik, sosial, budaya dan terutama untuk begitu banyak orang. Dan setiap orang merasa menerima perhatian yang besar dari Hok-Gie,” kata dia lagi.

Selain curhat, Hok-Gie juga biasanya dicari karena pandai dan tidak pelit membagi ilmu. Bagi temannya ia bagaikan ensiklopedi berjalan, tempat bertanya banyak hal mulai dari mata kuliah, sejarah, sastra, hingga persoalan cinta.

Namun, sampai kini, “cewek-cewek” yang mendapat titipan batu dan daun cemara Gunung Semeru dari Soe Hok Gie itu masih tetap jadi misteri. 

*Mengenang 44 Tahun Kematian Soe Hok Gie
WarungBuncit, 16 Desember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar