Minggu, 23 Februari 2014

Surat-Surat Terbuka untuk Kawan Lama

Ada masa-masa di saya sering menggalau, terutama ketika dini hari, saat embun pagi mulai turun bersiap ganti giliran untuk menjagai hari. Nah, pada malam2 sunyi itu, kadang aku memutar waktu, membuka beberapa kenangan yang hampir usang dalam ingatan, lalu menyalakan suluh untuk meraba masa depan. Begitulah. Kadang yang ada saya down, kadang bersemangat. pemicunya ya banyak hal, bisa karena melihat kawan lama, membaca buku, merenungkan daftar mimpi-mimpi yang masih panjang. Begitulah kawan.
Tak kau percaya? Ini kukasih contohnya. Catatan lama ini saya salin dari facebook. Saya salin juga komentar teman-teman dan note balasannya. Kawan-kawan yang memberikan semangat dengan caranya masing-masing.

***

Gara-gara Rinto


Jadilah Creator, Bukan Sekedar Mekanik!

Hari ini pukul sepuluh malam
Aku diserang kepanikan.
Kata-kata seolah terkunci rapat di sarangnya.
Tak bisa kutemukan.
Semua mendadak mampat.

Lalu Pak Guru itu muncul.
Di dalam ruang kaca yang mirip aquarium itu kami berbincang.
“Jadilah creator” kata dia.
“Bukan hanya sekedar mekanik,” dia melanjutkan.

Lalu perlahan disodorkannya wejangan.
Sebuah narasi yang mencairkan kebekuan.
 Jika ada satu hal yang ingin kau tulis, maka tulislah hal-hal yang menurutmu menarik bagimu.
Apa yang kau rasa menarik maka akan menarik juga bagi orang lain.
Temukan kebaruan.

Kau wartawan.
Maka kau punya akses pada hal-hal yang orang kebanyakan tak miliki.
Gunakan itu untuk menggali informasi yang orang awam ingin ketahui, tapi tak mungkin ia cari tahu sendiri.
Aktifkan kepekaanmu untuk menemukan.
Setelah itu sajikan.

Tapi kau juga harus belajar untuk tak hanya jadi sekedar pengikut.
Amati respon mereka, bukan hanya sekedar sibuk dengan diri sendiri, atau pekerjaanmu saja.
Pelajari polanya.
Lalu kreasikan.

Begitulah kata Pak Guru padaku.
Aku pun kembali semangat.
Sejumput ide kembali terpercik.
Pada pukul sepuluh malam, ketika kami berbincang.
 
Terimakasih Pak Guru!
Warung Buncit, 1 Agustus 2013.

Senandung Nada Sendu di Pusaramu

Aku bernyanyi, sebuah lagu sendu.
Aroma kematian menyelimuti hari, memenuhi rongga-rongga.
Sekejap segala ingatan akanmu muncul silih berganti.

Wajah-wajah berduka menabur air mata.
Tumpah ruah tak tertahan dari pelupuk yang merekah.

Meratap di tepi petimu.
Lalu meraung melepas kepergianmu.
Menuju rumah sementara, gundukan tanah basah.

Tapi tak ada yang tau.
Mungkin kematian telah membebaskanmu dari jerat susah.
Membebaskan ragamu yang lama merana, menahan derita di penghujung usia senja.

Ah, adakah kau telah bahagia?
Sementara aku, dia, mereka, kami, Sesenggukan meratapi perpisahan?

Tersenyumlah, agar kami yakin, bahwa seperti kata mereka, kamilah yang kami tangisi pada sebuah kematian.

(Kamis, 25 Oktober 2012. Pukul 13.00 WIB. Selamat jalan, oppung. Bahagialah di sisiNya)

Minggu, 09 Februari 2014

Mathura dan Nirbhaya, Potret Kelam Pemerkosaan di India

Kejadian di salah satu sudut Delhi yang menimpa Nirbhaya, pada malam 16 Desember 2012, mengingatkan luka yang serupa di lokasi yang sama, empat dekade silam. Ketika itu Mathura, seorang korban perkosaan, memilih mencari keadilan hukum daripada bungkam. Dia mengadukan pemerkosaan yang dilakukan dua anggota polisi justru ketika ia ingin meminta perlindungan ke kantor penegak hukum itu.

Luka lama itu sebenarnya tak ingin dibuka lagi baik oleh Mathura maupun keluarganya. Namun, peritiwa mengerikan yang menimpa Jyoti alias Nirbhaya, tak bisa membuat Motiram Mesharm - teman Mathura, untuk diam selamanya. “(pemerkosaan) itu pernah terjadi juga di sini. Empat puluh tahun yang lalu,” kata dia, seperti dikutip CNN.  Tetapi saat itu tak ada orang yang mendengarkannya.
Adalah Moni Basu, wartawan senior di CNN yang kembali memungut Serpihan ingatan Mesharm, dan beberapa lainnya, untuk menggali kisah yang sempat terlupakan tentang Mathura. Dari penelusuran panjang, dia bertemu teman Mathura itu. Mesharm ternyata salah satu saksi mata ketika sahabatnya itu dipecundangi oleh dua polisi.

Malam Tragis Mahasiswi di Sudut New Delhi


Sejak pemerkosaan dan pembunuhan brutal di dalam bus yang tengah melaju, tingkat pemerkosaan yang terungkap mulai menjamur di India. Tiap 20 menit, satu perempuan diperkosa

Pengadilan di Delhi Selatan, India, riuh. Palu hakim diketok, empat pria dihukum mati pada 10 September lalu. Mereka terbukti memerkosa, membunuh dan menghilangkan bukti. Tapi demontran yang sudah terlanjur sangat marah, tak puas. 

Mereka menuntut pelaku dihukum gantung. Begitu juga ayah Nirbhaya, perempuan yang jadi korban perkosaan. “Kami akan mendapatkan keadilan hanya jika semua terdakwa lenyap dari muka bumi,” seru Badri Singh.

Pengacara terdakwa mengajukan banding. Tapi hakim menolak dengan alasan kasus perkosaan brutal itu telah mengejutkan hati nurani publik India. “Pengadilan tidak dapat menutup mata,” Hakim Yogesh Khanna angkat suara ketika membacakan vonis.

Tiga hari setelahnya divonis, Mukesh Singh, Vinay Sharma, Akshay Thakur dan Pawan Gupta dihukum gantung. Keempatnya, bersama dua orang lainnya, beramai-ramai memerkosa dan membunuh mahasiswi di sebuah bus yang tengah melaju di Delhi Selatan. 

“Kami telah menunggu dengan nafas tertahan, kini kami lega,” kata ibunda korban dengan ekspresi puas. Hadirin dan demontran pun bertepuk tangan.....

Minggu, 02 Februari 2014

Si Mata Elang

Tanpa babibu, dia langsung mendaratkan badannya di bangku samping kananku. Ku toleh dia sekilas, konsentrasiku langsung buyar. Glek! Halaman kosong di layar komputer jinjing itu mendadak sukar ku isi. Aku tak percaya. Padahal tadinya rancangannya sudah ada di kepalaku.

Tapi kehadirannya membuatku susah berpikir. Yang ada kemudian aku bolak balik menulis beberapa kata yang langsung ku hapus. Berulang-ulang seperti itu.  Dan itu karena kehadiran makhluk di sampingku itu.

Sungguh tak kuduga dia ada di sini sekarang. Ku sapa dia. Parahnya suaraku tiba-tiba lenyap, mungkin hanya trdengar seperti jangkrik terjepit. Huh! Semoga dia tidak menyadari. Dari ekor mataku, ku tau dia sesekali mencuri lihat, hingga tak sengaja kami bertemu pandang. Tapi dasar, dia bertingkah seolah tak sedang terjadi apa-apa, biasa saja. Tak taukah dia sudah buat aku tak karuan...