Bicara soal uang dan tabungan selalu seru bagiku. Sejak pertama kali kerja dan punya penghasilan sendiri pada tahun 2010 lalu, aku tertarik untuk menyisihkan sebagian gaji ke tabungan. Hasilnya lumayan. Rasanya senang setiap lihat saldo di rekening bertambah.
Sayangnya, tabungan itu hanya bertahan paling lama setahun. Biasanya
terpakai untuk sektor konsumsi. Entah buat beli ini itu atau buat jalan-jalan
ke sana kemari.
Uang yang kusisihkan dari hasil bekerja selama 8 bulan di
Medan akhirnya habis terpakai sebagai modal waktu aku merantau ke Jakarta. “Tak
apalah ya, nanti dapat kerjaan baru, aku akan menabung lagi,” pikirku menghibur
diri.
Aku dapat kerjaan baru pada November 2011 (di tempatku
sekarang). Sesuai rencana, aku selalu berupaya menabung, saat itu sekitar 30
persen dari gaji kusisihkan ke rekening lain di luar rekening gaji. Tapi lagi-lagi
bernasib sama. Tabunganku pada tahun pertama itu ludes terpakai untuk beli
laptop dan satu handphone pintar.
Tahun yang sama aku dua kali pulang kampung (tabungan pun
terpakai untuk ongkos2). Sebagian sisa tabungan itu kuberikan pada orang-orang
terdekatku sebagai kado natal dan tahun baru. Sudah itu saja. Saldo tabunganku,
ibarat kata petugas di SPBU sebelum mengisi bahan bakar, “kita mulai dari nol lagi ya”. :)
Oh ya, pada tahun pertama ini (nov 2011-Des 2012) pola
menabungku memang rutin, tapi jumlahnya sesukaku saja. Itu pun, jelang akhir
bulan kerap kali ku usik alias ku tarik dari ATM. Hehehe. Gaya hidup saat itu
ya mulai kebawa-bawa pada suasana Jakarta, misalnya sering makan siang di mall,
nonton film di XXI, beli-beli sepatu, dan beli buku. Kalau soal beli buku, aku
sih tak terlalu menyesalkannya. Menurutku beli buku ini seperti suatu investasi
(kalau dibaca sih, hehehe)
Nah, balik lagi ke judul di atas. Sebulan lebih belakangan
ini aku lagi penghematan super ketat. Jadi dalam seminggu aku membatasi
pengeluaran hanya Rp 150 ribu – Rp 200 ribu saja. Kalau di bagi per hari,
setiap harinya aku hanya bisa menghabiskan Rp 20 ribu – Rp 30 ribu.
Dengan cara ini, aku memperbaiki pos pengeluaranku. Tak ada
lagi nonton setiap minggu di bioskop. Tak ada lagi makan2 mahal setiap pekan di
Solaria dan kawan-kawan. Tak ada lagi beli-beli baju di mall. Sekarang aku rada
menyesal kalau ingat bagaimana mudahnya terpengaruh beli baju di atas 200 ribu.
Sekarang biar engak tergoda lagi, aku punya trik. Jadi hanya
memegang uang untuk seminggu saja. Sisanya aku tinggal di rumah atau dimasukkan
ke rekening dulu dan ATMnya ditinggal di rumah. Efeknya enggak mudah terbawa
nafsu kalau lihat barang lucu.
Supaya bisa bertahan dengan Rp 20 ribu – Rp 30 ribu per
hari, aku memutuskan memasak nasi di rumah. Itu sangat bisa menekan pengeluaran
ternyata. Sebab, kalau sudah masak, mau tak mau niatku jajan di luar bisa
berkurang. Paling-paling aku hanya beli lauk atau sayur. Tak sampai 10 ribu
sudah bisa dua kali makan. (bandingkan dengan sekali makan di Solaria minimal 35ribu).
Sisanya aku gunakan untuk perongkosan.
Aksi ini ternyata lumayan berdampak lho. Kalau dulu paling
banyak aku hanya bisa menyisihkan 30 persen (itu juga suka diambil sebagian
saat akhir bulan) sekarang paling tidak 50 persen gaji sudah kusisihkan ke
tabungan.
Lalu demi menekan kebocoran, aku juga daftar Reksadana sejak
Mei lalu. Jadi, tabungan itu kubagi-bagi dalam beberapa wadah, ada yang untuk
investasi (reksadana saham dan reksadana campuran), tabungan biasa. Tabungan reguler
juga ada posnya masing-masing. Tujuan finansialnya sih banyak, mau keliling
Samosir, modal kursus dan kuliah lagi, dan untuk DP rumah. (ya ela, tujuannya
kebanyakan ya, Hahaha)
Salah satu posnya adalah pos jalan-jalan. Hal ini kulakukan,
sebab pada semester pertama tahun ini, tabungan regulerku banyak terpotong
untuk jalan-jalan. Misalnya ke Jogja pada
Maret dan ke keliling Banyuwangi – Surabaya pada Mei. Ditambah lagi jalan2
sekitar Jakarta spt Pulau seribu yang bikin saldo ‘bocor halus’. Maka kupikir
perlu ada pos tersendiri.
Aksi ini sebenarnya terinspirasi dari kisah Merry Riana yang
punya mimpi sejuta dolar itu. Dalam biografinya yang ditulis Albertiene Endah, aku
baru tahu wanita itu hanya bertahan hidup dengan 10 SGD seminggu di Negara yang
terkenal mahal, Singapura.
Kalau dikonversi ke kurs sekarang, nilai itu setara dengan
Rp 89.618 (1 SGD = Rp 8961). Aku tertarik pada cara dia membagi-bagi uang untuk
kebutuhannya. Diam-diam aku berniat mengaplikasikannya. Jumlahnya tak persis
sama, aku menambahkannya sekitar dua kali lipat karena alasan transportasi. Sebab,
pekerjaanku sehari-harinya menuntut mobilitas.
Dengan sistem sekarang ini aku merasa sudah lebih baik
sih. (Meski kesannya jadi lebih pelit juga). Memang, dalam proses belajar ini
masih banyak kekurangan. Sesekali , pengeluaranku di luar anggaran, meski
selisihnya tak sebesar dulu. Tak apalah, kata orang pembenahan itu butuh pengorbanan
dan komitmen. Cocok?? :)
WarungBuncit, 31 Oktober 2013
keren >< aq selalu habis baut jalan-jalan.. hahahahaha .....
BalasHapusbahakan aku udah kurangin beli buku @.@ demi sleembar tiket dan voucher2 yang berhubungan dnegan jalan-jalan __" hahahaha
Hahaha.. berjuang keras untuk mengatur anggaran say. Tapi kadang-kadang aku malah pengen spt dirimu, bisa puas-puasin jalan2 tanpa merasa bersalah saat melihat saldo rekening habis. hahaha..
HapusEh tapi kan dirimu juga jago tuh nabung dan investasinya. Ini aja aku mau belajar samamu (meski kagak jadi2 sampai sekarang) :)))
hai christina ^0^
Hapusthu di toko sebelah lagi ada diskonan akhir tahun...hahhaha
ide bagus nie...kyaknya perlu dicoba...hehehehe
BalasHapusKok nasibnya sama ya... setengah mati nabung tapi ngabisin nya cepet kaya bersin.
BalasHapustapi sekarang
sinsingkan lengan baju, ketatkan ikat pinggang dan gunting kartu ATM. wkwkwkw. Salam kenal dari Atambua.