Kamis, 31 Oktober 2013

Bertahan Hidup Dengan Rp 20 ribu – Rp 30 ribu Setiap Hari di Jakarta


Bicara soal uang dan tabungan selalu seru bagiku. Sejak pertama kali kerja dan punya penghasilan sendiri pada tahun 2010 lalu, aku tertarik untuk menyisihkan sebagian gaji ke tabungan. Hasilnya lumayan. Rasanya senang setiap lihat saldo di rekening bertambah.

Sayangnya, tabungan itu hanya bertahan paling lama setahun. Biasanya terpakai untuk sektor konsumsi. Entah buat beli ini itu atau buat jalan-jalan ke sana kemari.

Uang yang kusisihkan dari hasil bekerja selama 8 bulan di Medan akhirnya habis terpakai sebagai modal waktu aku merantau ke Jakarta. “Tak apalah ya, nanti dapat kerjaan baru, aku akan menabung lagi,” pikirku menghibur diri. 

Aku dapat kerjaan baru pada November 2011 (di tempatku sekarang). Sesuai rencana, aku selalu berupaya menabung, saat itu sekitar 30 persen dari gaji kusisihkan ke rekening lain di luar rekening gaji. Tapi lagi-lagi bernasib sama. Tabunganku pada tahun pertama itu ludes terpakai untuk beli laptop dan satu handphone pintar. 

Tahun yang sama aku dua kali pulang kampung (tabungan pun terpakai untuk ongkos2). Sebagian sisa tabungan itu kuberikan pada orang-orang terdekatku sebagai kado natal dan tahun baru. Sudah itu saja. Saldo tabunganku, ibarat kata petugas di SPBU sebelum mengisi bahan bakar,  “kita mulai dari nol lagi ya”. :)

Oh ya, pada tahun pertama ini (nov 2011-Des 2012) pola menabungku memang rutin, tapi jumlahnya sesukaku saja. Itu pun, jelang akhir bulan kerap kali ku usik alias ku tarik dari ATM. Hehehe. Gaya hidup saat itu ya mulai kebawa-bawa pada suasana Jakarta, misalnya sering makan siang di mall, nonton film di XXI, beli-beli sepatu, dan beli buku. Kalau soal beli buku, aku sih tak terlalu menyesalkannya. Menurutku beli buku ini seperti suatu investasi (kalau dibaca sih, hehehe)

Nah, balik lagi ke judul di atas. Sebulan lebih belakangan ini aku lagi penghematan super ketat. Jadi dalam seminggu aku membatasi pengeluaran hanya Rp 150 ribu – Rp 200 ribu saja. Kalau di bagi per hari, setiap harinya aku hanya bisa menghabiskan Rp 20 ribu – Rp 30 ribu. 

Dengan cara ini, aku memperbaiki pos pengeluaranku. Tak ada lagi nonton setiap minggu di bioskop. Tak ada lagi makan2 mahal setiap pekan di Solaria dan kawan-kawan. Tak ada lagi beli-beli baju di mall. Sekarang aku rada menyesal kalau ingat bagaimana mudahnya terpengaruh beli baju di atas 200 ribu. 

Sekarang biar engak tergoda lagi, aku punya trik. Jadi hanya memegang uang untuk seminggu saja. Sisanya aku tinggal di rumah atau dimasukkan ke rekening dulu dan ATMnya ditinggal di rumah. Efeknya enggak mudah terbawa nafsu kalau lihat barang lucu.

Supaya bisa bertahan dengan Rp 20 ribu – Rp 30 ribu per hari, aku memutuskan memasak nasi di rumah. Itu sangat bisa menekan pengeluaran ternyata. Sebab, kalau sudah masak, mau tak mau niatku jajan di luar bisa berkurang. Paling-paling aku hanya beli lauk atau sayur. Tak sampai 10 ribu sudah bisa dua kali makan. (bandingkan dengan sekali makan di Solaria minimal 35ribu). Sisanya aku gunakan untuk perongkosan.

Aksi ini ternyata lumayan berdampak lho. Kalau dulu paling banyak aku hanya bisa menyisihkan 30 persen (itu juga suka diambil sebagian saat akhir bulan) sekarang paling tidak 50 persen gaji sudah kusisihkan ke tabungan.

Lalu demi menekan kebocoran, aku juga daftar Reksadana sejak Mei lalu. Jadi, tabungan itu kubagi-bagi dalam beberapa wadah, ada yang untuk investasi (reksadana saham dan reksadana campuran), tabungan biasa. Tabungan reguler juga ada posnya masing-masing. Tujuan finansialnya sih banyak, mau keliling Samosir, modal kursus dan kuliah lagi, dan untuk DP rumah. (ya ela, tujuannya kebanyakan ya, Hahaha)

Salah satu posnya adalah pos jalan-jalan. Hal ini kulakukan, sebab pada semester pertama tahun ini, tabungan regulerku banyak terpotong untuk jalan-jalan.  Misalnya ke Jogja pada Maret dan ke keliling Banyuwangi – Surabaya pada Mei. Ditambah lagi jalan2 sekitar Jakarta spt Pulau seribu yang bikin saldo ‘bocor halus’. Maka kupikir perlu ada pos tersendiri.

Aksi ini sebenarnya terinspirasi dari kisah Merry Riana yang punya mimpi sejuta dolar itu. Dalam biografinya yang ditulis Albertiene Endah, aku baru tahu wanita itu hanya bertahan hidup dengan 10 SGD seminggu di Negara yang terkenal mahal, Singapura.

Kalau dikonversi ke kurs sekarang, nilai itu setara dengan Rp 89.618 (1 SGD = Rp 8961). Aku tertarik pada cara dia membagi-bagi uang untuk kebutuhannya. Diam-diam aku berniat mengaplikasikannya. Jumlahnya tak persis sama, aku menambahkannya sekitar dua kali lipat karena alasan transportasi. Sebab, pekerjaanku sehari-harinya menuntut mobilitas.

Dengan sistem sekarang ini aku merasa sudah lebih baik sih. (Meski kesannya jadi lebih pelit juga). Memang, dalam proses belajar ini masih banyak kekurangan. Sesekali , pengeluaranku di luar anggaran, meski selisihnya tak sebesar dulu. Tak apalah, kata orang pembenahan itu butuh pengorbanan dan komitmen. Cocok?? :)

WarungBuncit, 31 Oktober 2013

5 komentar:

  1. keren >< aq selalu habis baut jalan-jalan.. hahahahaha .....

    bahakan aku udah kurangin beli buku @.@ demi sleembar tiket dan voucher2 yang berhubungan dnegan jalan-jalan __" hahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha.. berjuang keras untuk mengatur anggaran say. Tapi kadang-kadang aku malah pengen spt dirimu, bisa puas-puasin jalan2 tanpa merasa bersalah saat melihat saldo rekening habis. hahaha..

      Eh tapi kan dirimu juga jago tuh nabung dan investasinya. Ini aja aku mau belajar samamu (meski kagak jadi2 sampai sekarang) :)))

      Hapus
    2. hai christina ^0^
      thu di toko sebelah lagi ada diskonan akhir tahun...hahhaha

      Hapus
  2. ide bagus nie...kyaknya perlu dicoba...hehehehe

    BalasHapus
  3. Kok nasibnya sama ya... setengah mati nabung tapi ngabisin nya cepet kaya bersin.

    tapi sekarang

    sinsingkan lengan baju, ketatkan ikat pinggang dan gunting kartu ATM. wkwkwkw. Salam kenal dari Atambua.

    BalasHapus