Tapi saya mau membagi pengalaman. Alkisah, suatu waktu, saya
berangkat untuk satu perjalanan dinas ke Tanjung Pinang, dan Anambas di Kepulauan Riau. Ceritanya
saya akan liputan perjalanan bersama perusahaan pelayaran nasional pelat merah,
PELNI.
Sebelum ke Anambas, kami transit satu hari di Tanjung Pinang. Begitu tiba di sana, kami beristirahat sebentar di lobi
hotel untuk melepas lelah sehabis perjalanan naik pesawat dari Jakarta plus
perjalanan sekitar 30 menit dari Bandara Haji Fisabilillah, Tanjung Pinang.
Saat itu bertepatan dengan waktu sholat Jumat. Beberapa
rekan jurnalis pria pergi ke masjid di dekat hotel untuk sholat.
Tinggallah saya, seorang wartawati senior Kompas, dan seorang
pria berkacamata duduk di kursi coklat di ruang tamu hotel.
Aku tanya dia dari media mana, dia bilang bekerja di salah satu majalah traveling. Sebenarnya kami sudah sempat berkenalan ketika masih di
bandara Soekarno Hatta, sambil sarapan menunggu jam penerbangan. Akan tetapi,
dia hanya menyebut nama depannya saja saat itu, Yudas.
Kami berbincang-bincang, membunuh waktu sambil menunggu
teman-teman yang lain. Pria itu cerita bahwa dua minggu sebelum kunjungan kami,
dia sebenarnya juga baru kembali dari Tanjungpinang dan liputan di sana. Dia
bocorin apa-apa saja yang unik untuk diliput. Pikiranku saat itu, ‘wah, mantap juga dia ini, tampaknya
sudah banyak makan asam garam perjalanan’. (Begitulah memang).
Setelah menyimpan tas ke kamar hotel, dua mobil Kijang jadul
yang sudah agak kusam tiba di parkiran hendak menjemput kami bersembilan. Kami
pun dibawa ke satu tempat makan yang sedang nge-hits saat itu, RM Mi Tarempa.
Di RM yang saat itu tidak terlalu ramai, kami memesan
beberapa makanan yang khas daerah Kepri. Tak ketinggalan mi Tarempa, aneka
kudapan. Begitu makanannya diantar, kami bukannya langsung makan padahal saat
itu sudah kelaparan. Kami mengeluarkan kamera masing-masing dan mulai
jeprat-jepret. klik.. klik.. klik..
Rekan seperjalananku saat itu punya gadget yang keren-keren,
termasuk si pria berkacamata. Mereka ada yang kerja di Trans Tv, NatGeo, Kompas
(sudah disebut ya tadi). Lalu sambil makan, kami diskusi lagi tentang
lokasi-lokasi yang seru dan keunikan Tanjungpinang.
Pria berkacamata yang duduk di depanku menceritakan tentang satu topik yang diliputnya lalu tiba-tiba bilang “Itu kemarin fotonya sudah ada di blogku. Sebentar
ya.” Dia sibuk membuka browser di hpnya dan masuk ke laman blog
pribadinya, lalu memberikan hpnya kepadaku.
Eng ing eng... Di sinilah saudara… Pada saat aku melihat hpnya yang ada di
tanganku itu, aku mencoba mengarahkan pandangan ke alamat situsnya. Lho.. Lho.. Lho.. Yudasmoro.net. Glek. Aku tercekat. Lemas.
Mukaku saat itu kayaknya pucat. Dengan ekspresi terbelalak tak percaya (duh.. enggak banget
pokoknya) aku menatap dia.
Fotonya dipinjam dari blog Yudasmoro.net |
Pria di depanku sedang asik makan Mi Tarempa pesanannya.
Tapi melihatku bengong terus tiba-tiba senyum gak jelas banget, dia jadi ikutan
heran. (Mungkin dia mikir, nih orang kenapa dah).
Handphonenya ku kembalikan segera. Lalu aku konsentrasi ke
makanan di hadapanku. Tapi bukannya menikmati makanan.
Aku berpikir "bagaimana mungkin aku tidak kenal orang
yang sudah beberapa jam ngobrol bareng. Padahal dulu aku pernah membeli bukunya
dan begitu sering membolak-baliknya, padahal aku begitu sering membaca tulisan-tulisannya
di blog. Begitu sering…." Ah, sudahlah.
Tapi aku gak sepenuhnya salah kok. Soalnya foto dia di blog
dan di sampul depan bukunya memang sedikit beda dengan aslinya sih :). Terus di awal-awal perkenalan dia hanya menyebut namanya Yudas, bukan Yudasmoro. (cari pembenaran).
Ya begitulah saudara-saudara, makanan di depanku akhirnya
agak sulit ketelan. Habis otakku terlalu sibuk mengingat-ingat tulisan-tulisan si
Mr di depanku yang dulu pernah diam-diam ‘kusantap’ saat galau mau pindah
haluan.
Alkisah, aku pernah ingin memutar haluan menjadi travel
writer. Sempat beberapa kali mengisi rubrik Melancong di media terdahulu
membuatku berpikir bahwa menjadi penulis perjalanan itu sangat menyenangkan.
Kamu dibayarin untuk melakukan hobimu, kedengarannya satu pekerjaan yang
sempurna kan? Bisa jalan-jalan ke mana saja, khususnya ke tempat-tempat yang
mungkin kalau pakai dana dari kantong sendiri entahlah bisa terwujud atau
tidak.
Sebagai pemanasan dan persiapan, saya pergi ke toko buku Gramedia di
dekat kosan saya. Beberapa buku tentang perjalanan masuk ke keranjang belanjaan, antara
lain Naked Traveler (Trinity), Travel Writer, Titik Nol (Agustinus), dan kumpulan tulisan tentang lokasi
wisata tertentu seperti pantai-pantai di Jawa Tengah dan di Lombok.
Buku-buku itu begitu sering kubaca. Termasuklah buku Travel
Writer yang di sampulnya ada pria berkaos kuning yang sedang asik dengan
laptopnya duduk di peron kereta api. Why? Karena dia menyajikan banyak tips jadi penulis perjalanan freelance. Tulisannya bagus. Pengalamannya hidupnya juga seru, keluar dari jobnya yang sudah mapan sebagai manager di salah
satu restoran fastfood demi menjadi penulis perjalanan. Menarik,
bukan?
Sebelum mi gorengku habis, akhirnya ku beranikan juga bertanya
sama si pria berkacamata. “Mas, mas ini nulis buku kan yang judulnya Travel
Writer kan? Mas namanya mas Yudasmoro ya ternyata. Hehe, saya beli buku dan udah
sering baca blogmu mas.” (dengan ekspresi fans ketemu idolanya…hahahaha).
Saya sih gak kebayang, gimana ekspresiku yang sangat norak
hari itu. Di sini saya sadari bahwa memang tulisan-tulisan seseorang, di buku, di
koran maupun di blog, itu bisa membuatmu serasa berteman dengan penulisnya.
Serasa sudah ikut dalam perjalanan-perjalanannya. Serasa mengenalnya (padahal
belum pernah ketemu). :) Yang
jelas, I was happy.
Nah, ini kuberikan foto-foto di tengah liburan eh liputan bareng selama di Tanjung Pinang.
It's a happy journey. |
Abaikan gaya saya yang seperti mbok-mbok ya, soalnya ada tragedi dengan jeans saya. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar