Minggu, 01 Maret 2015

Uang Mengalir Dari Bunga Segar


Bunga segar bagi sebagian orang hanyalah bunya yang sedap dipandang. Namun di tangan Rosita Yuwanasari, 36 tahun, bunga segar dan tanaman hias adalah peluang bisnis yang sangat menjanjikan. Wanita yang berlatar belakang notaris ini jeli melihat ceruk bisnis di bidang usaha rangkaian bunga dan uang pun mengalir lancar ke kantongnya. 
 
Bunga segar tak hanya bermanfaat menenangkan pikiran tapi juga membahagiakan. Wanita asal Klaten, Jawa Tengah ini berujar bunga juga masih jadi pilihan yang lumrah untuk mengungkapkan perasaan dan hadir dalam kondisi sukacita maupun dukacita. Tak hanya itu, pajangan bunga pun banyak terlihat di aneka korporasi mulai dari pemerintahan hingga swasta. 

Karena itu ia optimistis saat mendirikan perusahaannya PT Taraporter Indonesia (Tar A Porter) pada tahun 2010 lalu. Ia melayani pesanan rangkaian bunga untuk pernikahan, momen khusus, parcel, bunga papan dengan proporsi target 80 persen pasar korporasi dan 20 persen pasar retail. “Omsetnya sekarang sudah mencapai ratusan setiap bulan,” kata dia.

Usaha merangkai bunga segar menurutnya cukup menguntungkan karena pasarnya selalu ada. Meski tak benar-benar mengungkapkan jumlah pendapatannya, Rosita berujar ia masih leluasa memperoleh margin keuntungan sekitar 20-30 persen.

Cikal bakal Tar A Porter sendiri sudah pernah ia “lahirkan” pada tahun 2003 dengan merogoh kocek Rp 250 ribu dari kocek suami, Wibawa Prasetyawan. “Uang Rp 250 ribu itu saya dapat dari gaji suami yang waktu itu Masyaallah ya namanya kita kan baru freshgraduate kerja,” kata dia.

Saat itu, Rosita yang hamil tua sedang mengandung anak keduanya dan baru saja mengundurkan diri dari bagian legal di sebuah konsultan asing. Ia lalu mulai membagikan brosur dan membuat penawaran penyewaan tanaman hias ke gedung-gedung dan mall di sekitar Sudirman, Jakarta Selatan. Ternyata banyak perusahaan yang menyewa tanaman hiasnya.

Dua tahun berselang, bisnis yang awalnya fokus pada penyewaan tanaman hias itu mulai berkembang. “Awalnya tanaman hias saja untuk gedung, tapi lama-lama gedung nanyain bunga segar juga. Apapun permintaanya, waktu itu kita selalu ngomong ‘iya bisa!’ mikirnya baru belakangan,” katanya terbahak.

Permintaan pun berkembang hingga ke pesanan rangkaian bunga meja, bunga papan, dekorasi pernikahan, bunga ucapan ulang tahun, orang sakit juga melahirkan. Pada tahun itu ia sudah punya banyak klien di antaranya Gedung ArthaGraha, BEJ, Gedung Summit Mas. Namun, di saat bisnis dan asetnyanya sedang menanjak, suaminya mendapat beasiswa pendidikan ke Inggris memintanya ikut serta.

Tak sempat mengembangkan manajemen usaha, ia terpaksa menjual bisnisnya ke klien karena tak ada yang bisa melanjutkan. Saat kembali ke tanah air tahun dua tahun kemudian, ia tak langsung bisa melanjutkan bisnis karena masih ikut suaminya yang dinas ke Semarang, Bali dan Surabaya. Tahun 2010, kala magang notaris, anak keempat dari lima bersaudara ini mulai gelisah dan ingin wirausaha kembali.

“Saya telpon klien lama karena masih keep in touch jadi teman dan bilang ‘kok pengen lagi ya, ternyata mereka mendukung dan dua hari kemudian mereka order,” kata dia. Meski mengaku saat itu masih belum siap, ia akhirnya memberanikan diri, apalagi saat itu kontrak pesanan pertamanya terbilang besar, Rp 15 juta untuk sebulan.  

Pesanan demi pesanan pun bergulir. Rosita yang sudah mengetahui jaringan bisnis ini pun mulai menekuninya dengan serius dan mulai membangun manajemen agar bisnisnya bisa stabil. “Saya mempersiapkan diri karena sudah merasakan pahitnya ketika kerjaan ini harus saya tinggalin tanpa ada yang ngurusin,” kata dia.

Selama setahun ia fokus membangun teamwork, SOP, manajemen dan sistem usahanya. Ia menyasar segmen pasar kalangan menengah atas dan membanderol rangkaian bunga segarnya dengan harga bervariasi mulai Rp 200 ribu hingga Rp 2 juta. Ia juga membuat portpouri untuk memanfaatkan limbah bunga layu dan menyulapnya jadi souvenir cantik.

Untuk bunga segarnya Rosita mengambil langsung dari para petani di daerah Bandung, Ambarawa, Malang. Ia juga mengimpor beberapa varian mawar, lily dan tulip dari berbagai Belanda dan Casablanca. Berbisnis rangkaian bunga segar, kata Rosita tidak terlalu punya kendala berarti kecuali masalah kelayuan. “Layunya bisa dalam waktu seminggu tapi kita ada strategi untuk itu sehingga tidak terlalu tinggi lossnya,” kata dia.

**

Duplikasi Ke Seluruh Nusantara
Teknik pemasaran yang dilakukan notaris lulusan Universitas Airlangga ini terbilang unik. Tak hanya mengandalkan toko offline, ia juga memanfaatkan media online serta menjalin kerja sama dengan retailer modern seperti Indomaret, meski saat ini masih sebatas di kawasan Jabodetabek. 

“Customer di indomaret bisa memesan bunga tar a porter di Indomaret mulai harga 50 ribu, sudah 
bisa diantar ke rumah. Respon pasar sangat bagus dan kita mendesainnya cukup elegan dan tidak kelihatan murah,” kata dia. Demi menjaring pasar yang lebih luas ke seluruh nusantara, ia mulai belajar untuk duplikasi usaha.

Setahun beroperasi Rosita mulai mengarahkan usahanya jadi sistem kemitraan. Saat itu, ia diundang Kementerian Perdagangan untuk roadshow business opportunity di Bandung. Sistem waralaba ini masih terbilang baru untuk bidang bisnis rangkaian bunga segar. “Akhirnya kita mencanangkan diri sebagai Business Opportunity dan nantinya franchise bunga pertama di Indonesia,” kata dia.

Sistem kemitraan ditawarkan dengan nilai investasi bervariasi minimal Rp 25 juta. Dengan investasi itu, mitra sudah mendapat training, alat-alat bahan baku, dan marketing tools. “Dengan target achievement Rp 15 juta sebulan, BEPnya bisa 4 bulan,” ujar dia.

Kini Tar A Porter sudah menggandeng 11 mitra. Selain di Jakarta, outlet Tar A Porter sudah tersebar di berbagai wilayah seperti Tangerang, Yogyakarta, Palembang, Kalimantan dan Surabaya. “Banyak sih permintaan tapi saya tidak mau panen mitra, saya cukup hati-hati karena saya mau sustain maka perlu tahu bagaimana karakter mitra kita.”

Ropesta Sitorus

(Tulisan ini sudah pernah terbit di Hariandetik.com) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar