Bunga segar bagi sebagian orang hanyalah bunya yang sedap dipandang. Namun di tangan Rosita Yuwanasari, 36 tahun, bunga segar dan tanaman hias adalah peluang bisnis yang sangat menjanjikan. Wanita yang berlatar belakang notaris ini jeli melihat ceruk bisnis di bidang usaha rangkaian bunga dan uang pun mengalir lancar ke kantongnya.
Bunga segar tak hanya bermanfaat menenangkan pikiran
tapi juga membahagiakan. Wanita asal Klaten, Jawa Tengah ini berujar bunga juga
masih jadi pilihan yang lumrah untuk mengungkapkan perasaan dan hadir dalam
kondisi sukacita maupun dukacita. Tak hanya itu, pajangan bunga pun banyak
terlihat di aneka korporasi mulai dari pemerintahan hingga swasta.
Karena itu ia optimistis saat mendirikan
perusahaannya PT Taraporter Indonesia (Tar A Porter) pada tahun 2010 lalu. Ia melayani
pesanan rangkaian bunga untuk pernikahan, momen khusus, parcel, bunga papan
dengan proporsi target 80 persen pasar korporasi dan 20 persen pasar retail. “Omsetnya
sekarang sudah mencapai ratusan setiap bulan,” kata dia.
Usaha merangkai bunga segar menurutnya cukup
menguntungkan karena pasarnya selalu ada. Meski tak benar-benar mengungkapkan
jumlah pendapatannya, Rosita berujar ia masih leluasa memperoleh margin
keuntungan sekitar 20-30 persen.
Cikal bakal Tar A Porter sendiri sudah pernah ia
“lahirkan” pada tahun 2003 dengan merogoh kocek Rp 250 ribu dari kocek suami,
Wibawa Prasetyawan. “Uang Rp 250 ribu itu saya dapat dari gaji suami yang waktu
itu Masyaallah ya namanya kita kan baru freshgraduate kerja,” kata dia.
Saat itu, Rosita yang hamil tua sedang mengandung
anak keduanya dan baru saja mengundurkan diri dari bagian legal di sebuah
konsultan asing. Ia lalu mulai membagikan brosur dan membuat penawaran
penyewaan tanaman hias ke gedung-gedung dan mall di sekitar Sudirman, Jakarta
Selatan. Ternyata banyak perusahaan yang menyewa tanaman hiasnya.
Dua tahun berselang, bisnis yang awalnya fokus pada
penyewaan tanaman hias itu mulai berkembang. “Awalnya tanaman hias saja untuk
gedung, tapi lama-lama gedung nanyain bunga segar juga. Apapun permintaanya,
waktu itu kita selalu ngomong ‘iya bisa!’ mikirnya baru belakangan,” katanya
terbahak.
Permintaan pun berkembang hingga ke pesanan
rangkaian bunga meja, bunga papan, dekorasi pernikahan, bunga ucapan ulang
tahun, orang sakit juga melahirkan. Pada tahun itu ia sudah punya banyak klien
di antaranya Gedung ArthaGraha, BEJ, Gedung Summit Mas. Namun, di saat bisnis
dan asetnyanya sedang menanjak, suaminya mendapat beasiswa pendidikan ke Inggris
memintanya ikut serta.
Tak sempat mengembangkan manajemen usaha, ia
terpaksa menjual bisnisnya ke klien karena tak ada yang bisa melanjutkan. Saat
kembali ke tanah air tahun dua tahun kemudian, ia tak langsung bisa melanjutkan
bisnis karena masih ikut suaminya yang dinas ke Semarang, Bali dan Surabaya.
Tahun 2010, kala magang notaris, anak keempat dari lima bersaudara ini mulai
gelisah dan ingin wirausaha kembali.
“Saya telpon klien lama karena masih keep in touch
jadi teman dan bilang ‘kok pengen lagi ya, ternyata mereka mendukung dan dua
hari kemudian mereka order,” kata dia. Meski mengaku saat itu masih belum siap,
ia akhirnya memberanikan diri, apalagi saat itu kontrak pesanan pertamanya
terbilang besar, Rp 15 juta untuk sebulan.
Pesanan demi pesanan pun bergulir. Rosita yang sudah
mengetahui jaringan bisnis ini pun mulai menekuninya dengan serius dan mulai
membangun manajemen agar bisnisnya bisa stabil. “Saya mempersiapkan diri karena
sudah merasakan pahitnya ketika kerjaan ini harus saya tinggalin tanpa ada yang
ngurusin,” kata dia.
Selama setahun ia fokus membangun teamwork, SOP,
manajemen dan sistem usahanya. Ia menyasar segmen pasar kalangan menengah atas
dan membanderol rangkaian bunga segarnya dengan harga bervariasi mulai Rp 200
ribu hingga Rp 2 juta. Ia juga membuat portpouri untuk memanfaatkan limbah
bunga layu dan menyulapnya jadi souvenir cantik.
Untuk bunga segarnya Rosita mengambil langsung dari
para petani di daerah Bandung, Ambarawa, Malang. Ia juga mengimpor beberapa
varian mawar, lily dan tulip dari berbagai Belanda dan Casablanca. Berbisnis
rangkaian bunga segar, kata Rosita tidak terlalu punya kendala berarti kecuali
masalah kelayuan. “Layunya bisa dalam waktu seminggu tapi kita ada strategi
untuk itu sehingga tidak terlalu tinggi lossnya,” kata dia.
**
Duplikasi Ke Seluruh Nusantara
Teknik pemasaran yang dilakukan notaris lulusan
Universitas Airlangga ini terbilang unik. Tak hanya mengandalkan toko offline,
ia juga memanfaatkan media online serta menjalin kerja sama dengan retailer
modern seperti Indomaret, meski saat ini masih sebatas di kawasan Jabodetabek.
bisa diantar ke rumah. Respon
pasar sangat bagus dan kita mendesainnya cukup elegan dan tidak kelihatan
murah,” kata dia. Demi menjaring pasar yang lebih luas ke seluruh nusantara, ia
mulai belajar untuk duplikasi usaha.
Setahun beroperasi Rosita mulai mengarahkan usahanya
jadi sistem kemitraan. Saat itu, ia diundang Kementerian Perdagangan untuk
roadshow business opportunity di Bandung. Sistem waralaba ini masih terbilang
baru untuk bidang bisnis rangkaian bunga segar. “Akhirnya kita mencanangkan
diri sebagai Business Opportunity dan nantinya franchise bunga pertama di
Indonesia,” kata dia.
Sistem kemitraan ditawarkan dengan nilai investasi
bervariasi minimal Rp 25 juta. Dengan investasi itu, mitra sudah mendapat
training, alat-alat bahan baku, dan marketing tools. “Dengan target achievement
Rp 15 juta sebulan, BEPnya bisa 4 bulan,” ujar dia.
Kini Tar A Porter sudah menggandeng 11 mitra. Selain
di Jakarta, outlet Tar A Porter sudah tersebar di berbagai wilayah seperti
Tangerang, Yogyakarta, Palembang, Kalimantan dan Surabaya. “Banyak sih
permintaan tapi saya tidak mau panen mitra, saya cukup hati-hati karena saya
mau sustain maka perlu tahu bagaimana karakter mitra kita.”
Ropesta Sitorus
(Tulisan ini sudah pernah terbit di Hariandetik.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar