Kamis, 10 Oktober 2013

Aku dan Na. Sebuah kisah tentang menunggu.

Na,
Kamu tau kan? Aku menunggumu sejak tadi. Sejak matahari di atas kepala hingga kini ia terbenam di ufuk barat, aku duduk di depan rumahmu. Aku berharap kau mau keluar, barang sejenak saja, lalu menyapaku.

Na,
Sudah tak terhitung berapa roda-roda mobil, bis, motor bahkan odong-odong yang lewat di depanku. Di jalan besar yang memisahkan aku dengan rumahmu.

Na,
Aku hanya memintamu waktumu, sedikit saja. Tak sampai 10 pertanyaan yang akan kusodorkan padamu. Tapi kalaupun kkau merasa itu terlalu lama, aku bisa memadatkannya menjadi lima, atau tiga, atau dua.

Na,
Sudikah kau memberikan aku kesempatan itu? Kesempatan emas yang telah kutunggu sejak hari masih muda.

Na,
Aku mau cerita. Tadi, sambil menantimu, aku menahan lapar. Memang, aku belum sempat makan siang. Hanya buah melon yang tadi kusuapkan, mengganjal perut pada waktu sarapan. Lalu siang-siang, aku berjalan, menuju kediamanmu.

Na,
Hingga entah sudah berapa ribu kali jantungku berdetak, di sini. Hingga kurasakan energiku mulai habis. Aku kelaparan. Aku menjadi lelah. Untuk ada tukang bakso malang lewat. Tapi baksonya tak kuhabiskan sebab rasanya tidak enak.

Na,
Sebenarnya aku hanya duduk, yang kutau itu tak banyak menghabiskan tenaga. Tapi ternyata menunggu itu membosankan. Menunggu itu menghabiskan banyak energi. Sebab otakku terlalu sibuk membayangkanmu. Aku terlalu banyak mereka-reka rencana bila kita bertemu.

Na,
Kadang-kadang, aku berhalusinasi. Dari balik jendela besar rumahmu yang bercat putih, kubayangkan kau tengah memandang keluar. Itu sebabnya aku selalu melihat ke arah tirai yang tersingkap di jendela rumahmu di lantai dua. Berharap kau bisa menatapku yang penuh harap.

Na,
Aku membayangkan kau akan akan muncul di halaman. Sambil mengenakan baju bunga-bunga, kau menyirami aneka kembang yang tumbuh segar. Kupikir, saat itulah aku akan mendatangimu. Menjabat tangan, sambil mengenalkan namaku.

Na,
Sebenarnya kita pernah berjumpa. Tentu saja aku masih ingat dengamu. Hanya saja, aku takut kau sudah lupa. Tak apa. Aku tak keberatan berkenalan lagi denganmu. Aku akan pasang senyum paling manis, lalu kubilang:
"Halo, Na, aku Pesta dari Detik.com. Bisa wawancara sebentar gak?"

Na,
Jangan tertawa. Aku serius. Aku sudah menunggumu. Sebenarnya aku senang-senang saja duduk di taman ini, sambil memandang ke rumahmu. Apalagi sore begini di pohon-pohon besar di halamanmu, mulai muncul lampu-lampu. Senang saja hatiku. Tapi, Na, aku sudah deadline....

Na,
Sudah kutitip pesan. Pada pria-pria berbadan kekar yang berjaga di dekat gerbang rumahmu. Kubilang pada dia "aku akan datang, esok pagi". Tunggu aku ya, Na.

*cerita saat menunggu Na, sang narasumber.

Taman Surapati, Jakarta - 10 Oktober 2013.

2 komentar:

  1. ckckc penungguan yg ga menghasilkan, kemana si na? hahaha

    BalasHapus
  2. Sangat tidak menghasilkan, landai kaka.. Kegagalan yg berbuntut pada beberapa kegagalan berikutnya. Parah.

    BalasHapus