Sabtu, 18 Januari 2014

Terhalang Sumpah



Dia bilang, aku dan kau seperti angin. Ku tanya kenapa dia bilang demikian.

“Enggak pernah bisa memeluk satu sama lain,” lanjut dia. Ah, dia agak berlebihan. 

“Tapi ini bukan lebay. Sekuat apapun kau memeluk angin, dia akan tetap berlalu. Sama seperti situasimu,” kata dia lagi. Kali ini dia terdengar masuk akal.

Aku mengangguk. Di antara kita, ada pintu besar bernama sumpah. Tapi kau tak boleh menyeberang padaku, atau aku padamu. Sebab pintu itu ada, tidak untuk dibuka. Tidak untuk dirobohkan. Tidak untuk dimasuki.

“Sekuat apapun kau berusaha, sumpah itu tetap ada,” dia tiba-tiba membuyarkan lamunanku. “Itulah angin!”

Warung Buncit, 18 Januari 2014 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar