Minggu, 09 Februari 2014

Mathura dan Nirbhaya, Potret Kelam Pemerkosaan di India

Kejadian di salah satu sudut Delhi yang menimpa Nirbhaya, pada malam 16 Desember 2012, mengingatkan luka yang serupa di lokasi yang sama, empat dekade silam. Ketika itu Mathura, seorang korban perkosaan, memilih mencari keadilan hukum daripada bungkam. Dia mengadukan pemerkosaan yang dilakukan dua anggota polisi justru ketika ia ingin meminta perlindungan ke kantor penegak hukum itu.

Luka lama itu sebenarnya tak ingin dibuka lagi baik oleh Mathura maupun keluarganya. Namun, peritiwa mengerikan yang menimpa Jyoti alias Nirbhaya, tak bisa membuat Motiram Mesharm - teman Mathura, untuk diam selamanya. “(pemerkosaan) itu pernah terjadi juga di sini. Empat puluh tahun yang lalu,” kata dia, seperti dikutip CNN.  Tetapi saat itu tak ada orang yang mendengarkannya.
Adalah Moni Basu, wartawan senior di CNN yang kembali memungut Serpihan ingatan Mesharm, dan beberapa lainnya, untuk menggali kisah yang sempat terlupakan tentang Mathura. Dari penelusuran panjang, dia bertemu teman Mathura itu. Mesharm ternyata salah satu saksi mata ketika sahabatnya itu dipecundangi oleh dua polisi.
Mathura masih berusia 14 atau 16 tahun ketika itu. Dia yatim piatu terbiasa kerja keras. Dia pernah menjadi pembatu rumah tangga. Tapi wanita yang dikenal cantik dan berkulit cerah pada masa remaja itu juga tak sungkan mengumpulkan kotoran sapi untuk dijual.Saat itu dia ingin menikah dengan pujaan hatinya, tapi dua polisi memperkosanya di kantor mereka sendiri.

Usaha Mathura untuk mengadukan kedua pelaku tak berlangsung mulus malah cenderung dipersulit. Seakan menunjukkan bahwa kekerasan pada wanita tak dianggap sebagai masalah besar di India. Malah, korban-korban kekerasan yang ingin mendapat keadilan dituduh mengada-ada. Mereka diproses secara tertutup, dan dilarang mengidentifikasi diri dengan nama asli. Mathura jadi bukti bahwa korban perkosaan masih diperkosa kembali oleh polisi, pengadilan dan oleh masyarakat.


Mulai Berubah?

Belakangan ini ada geliat perubahan di Negeri Dewi Gangga. Sejak terungkapnya kasus pemerkosaan tragis yang menimpa Nirbhaya pada 2012 lalu, India menjadi sorotan dunia dan membuka mata warganya. Kebrutalan yang sangat sadis itu menimbulkan rasa mawas diri. 

Kemarahan juga tersulut hingga membakar kota-kota. Ratusan ribu orang turun ke jalan. Mulai dari mahasiswa, aktivis, pejuang hak-hak wanita berdemo menuntut pemerintah memperberat hukuman para pelaku pemerkosaan dan memperbaiki kebijakan dan mengubah perilaku budaya.

Kaum hawa juga sudah lebih berani melaporkan kasus kekerasan seksual yang menimpa mereka. Itu sebabnya hampir tiap minggu media di India memuat kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di seantero negeri. Tiap 20 menit, satu wanita diperkosa. Kebanyakan kasus itu melibatkan banyak pria (geng), dan berujung pada kematian.
Perhatian media dan protes khalayak luas terkadang memang bisa mendorong tindakan yang diambil pihak berwenang, terutama dalam kasus Nirbhaya. Pemerintah dan parlemen India mengubah aturan tentang hukum perkosaan. PAda Maret lalu, disahkanlah UU yang memberikan sanksi berat terhadap pemerkosa, termasuk hukuman mati dalam kasus tertentu.

Hukuman mati ini sudah diterapkan dalam persidangan pemerkosa Nirbhaya. Empat dihukum mati, satu pria di bawah umur dihukum 3 tahun penjara, sementara satunya lagi ditemukan meninggal dunia. Dalam beberapa kasus perkosaan, terutama yang dialami turis bule, pelaku juga dihukum berat dengan 20 tahun penjara. Penangkapan dan penyidikan kasus yang dilaporkan juga terbilang cepat. Dalam tempo beberapa hari saja, polisi meringkus pelaku.
 
Di sisi lain, tampaknya masih banyak kasus yang gagal sampai ke pengadilan. Yang diproses hanya sedikit dan hukumannya pun rendah. Seperti yang dilansir The Guardian, dari 706 kasus pemerkosaan yang tercatat di New Delhi selama 2012, hanya kasus Nirbhaya yang dilaporkan secara luas dan pelakunya dihukum.

Walau hukuman sudah diperberat, jumlah pemerkosaan pun bukannya berkurang malah terus meningkat. Di Delhi saja, kasus dilaporkan tahun 2013 mencapai 1330 kasus, naik dua kali lipat dari tahun 2012. Jumlah kasus aslinya diprediksi lebih tinggi sebab banyak yang memilih tak melapor. 

Setiap hari, wanita yang bepergian dengan bus jadi sasaran penganiayaan. Perempuan terus menderita. Salah satu yang jadi sorotan yakni yang menimpa seorang remaja 16 tahun. Dia diperkosa beramai-ramai oleh beberapa pria selama dua hari berturut-turut pada 25 dan 26 Oktober 2013 lalu. Pemerkosaan pada hari kedua itu terjadi justru ketika dia baru pulang usai melaporkan kekejian yang menimpanya.

Remaja malang itu diduga sempat hamil. Sayangnya, laporannya ke polisi tidak ditindaklanjuti dengan penahanan pelaku. Bahkan  hingga malam tahun baru kemarin, tak ada satu pun pelaku yang ditahan. Ada yang menduga ia bunuh diri, meski menurut keluarganya kebakaran itu adalah ulah pemerkosanya yang mengancam agar menarik laporannya.
                                                                       ---

Penyebab pasti semakin maraknya pemerkosaan di India masih banyak diperdebatkan. Ayah Nirbhaya berpendapat tingkat perkosaan tidak berkurang, justru semakin tinggi karena perubahan hukum tidak dibarengi dengan perubahan perilaku dan budaya di kalangan masyarakat India.  

Secara kolektif, perempuan bisa dibilang korban tradisi patriarki yang mengakar di masyarakat.  Suatu jajak pendapat yang digelar UNICEF pada 2012 lalu menunjukkan mayoritas remaja putra dan remaja putri menilai suami berhak memukul istri mereka.

Itu sebabnya kebanyakan perempuan memilih diam dan mengingkari diri sendiri ketika jadi korban kekerasan. Mereka enggan melapor karena takut bikin malu keluarga, atau karena ketidakpercayaan bahwa polisi dan pengadilan akan memproses kasusnya.

Pendapat senada disampaikan Ranjana Kumari, Direktur gerakan feminism Centre for Social Research. Menurutnya tradisi India yang konservatif dan partiarki membuat pria kerap menggunakan aksi pemerkosaan sebagai cara menanamkan ketakutan di kalangan wanita. “Pola pikirnya tak berubah. Ini tantangan yang sangat besar,” kata dia seperti dilansir The Guardian.

Bagaimana dengan Indonesia???

*Versi lain tulisan ini telah dimuat di Detik.com

Sumber: CNN, The Guardian, CBS News, Huffington Post, Zee News, Times of India

Tidak ada komentar:

Posting Komentar