Kalimat di atas dengan lantang dikatakan Ahok ketika ia tampil
di Mata Najwa, Kamis (31/10) lalu. Tiga kata tersebut bukan asal disampaikannya
tanpa sebab. Rupanya dia ingin jika mati kelak, dia dikubur di kampungnya, Belitong
dan kutipan itu harus dituliskan di nisannya.
Ahok ternyata sudah berpesan pada istrinya apa yang harus
dilakukan jika dia meninggal kelak. Dia sadar betul, risiko menjadi pemimpin
yang tegas pasti membuat banyak orang yang tak suka. Tapi bukannya ciut, justru
ia terlihat berani. Buktinya, kalimat yang dia pilih itu, “mati adalah
keuntungan”.
Awalnya aku hanya terpukau sambil merenungkan kalimat Ahok
itu. Aku mereka-reka dari mana dia mendapat kalimat bagus itu. Apakah murni
hasil perenungannya sendiri atau dia kutip dari tokoh mana. “Berani sekali dia memilih
kalimat bagus itu,” pikirku.
Baru pada keesokan harinya, aku mendapati ternyata kalimat
itu adalah kutipan dari Surat Paulus kepada Jemaat di Filipi. (Filipi 1:21
-> Karena bagiku hidup adalah Kristus
dan mati adalah keuntungan). Artinya, hidup di dunia ini tak sekedar bernafas
tapi haruslah berbuah.
Mudah diucapkan memang, tapi tentu sangat tidak mudah untuk
dilakukan. Sebab hidup bukanlah sekedar hidup di mana manusia bernafas, makan,
berkembang biak.
Begitu juga mati, yang disebut jadi keuntungan bukanlah yang
sekedar asal mati. Tapi bagaimana agar Dia dimuliakan di dalam tubuh, baik oleh
hidup maupun oleh mati kita.
Kembali ke Ahok, aku tak terlalu mengenalnya secara mendalam sehingga tak
tahu seberapa religiusnya dia. Yang jelas, selama beberapa kali bertemu di
kantornya, secara langsung maupun tidak, dia selalu menegaskan sikapnya yang
anti korupsi. Padahal godaan yang mampir padanya jangan ditanya lagi berapa
banyak.
Ada puluhan mungkin ratusan tawaran yang sangat menggiurkan
singgah di meja-meja para kepala daerah. Hanya dengan memberikan tandatangan untuk ijin ini itu, miliaran rupiah singgah di
dompet mereka. Ah, tak perlulah aku cerita tentang ini. Lihat saja jumlah duit
yang disuapkan ke mulut para koruptor yang sedang ditangani KPK itu. Bisa
mengamankan sampai tujuh turunan.
Tapi Ahok, sejauh yang kudengar, ogah terlibat dalam praktik
busuk seperti itu. Tentu saja itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan di zaman sekarang.
Pria bernama asli Basuki Tjahaja Purnama itu memang dikenal
keras. Stigma ini makin melekat erat sejak dia bergandengan dengan Jokowi
memimpin DKI Jakarta. Dia blak-blakan. Tak ada kata main-main. Begitulah,
setidaknya penilaian pribadiku pada dia.
Salah satu prinsipnya adalah menegakkan keadilan. Maka A
dibilangnya A, B dibilang B. Putih dikatakan putih, hitam dikatakan hitam. Tak ada
yang abu-abu, apalagi sekedar cari muka.
Ahok menjaga betul agar tidak masuk dalam lingkaran setan
korupsi. Itu adalah salah satu buah yang ditunjukkan Ahok dalam hidupnya. (Agaknya,
pria ini memang sangat religius sehingga dia percaya diri mengatakannya lantang
dan mencomot kalimat itu untuk dituliskan di nisannya).
Bagaimana denganmu. Kalau bagimu, mati itu adalah apa?
Warung Buncit, 2 November 2013.
suka dah jokowi ahok.. gile ni ahok emang berani mati banget ><
BalasHapusIyaa.. salut sama pasangan mereka itu..
Hapusmantap artikelnya
BalasHapussuka ma pasangan jokowi-ahok
asiikk..
Hapus