Jumat, 01 November 2013

Mati Adalah Keuntungan!



Kalimat di atas dengan lantang dikatakan Ahok ketika ia tampil di Mata Najwa, Kamis (31/10) lalu. Tiga kata tersebut bukan asal disampaikannya tanpa sebab. Rupanya dia ingin jika mati kelak, dia dikubur di kampungnya, Belitong dan kutipan itu harus dituliskan di nisannya.

Ahok ternyata sudah berpesan pada istrinya apa yang harus dilakukan jika dia meninggal kelak. Dia sadar betul, risiko menjadi pemimpin yang tegas pasti membuat banyak orang yang tak suka. Tapi bukannya ciut, justru ia terlihat berani. Buktinya, kalimat yang dia pilih itu, “mati adalah keuntungan”.

Awalnya aku hanya terpukau sambil merenungkan kalimat Ahok itu. Aku mereka-reka dari mana dia mendapat kalimat bagus itu. Apakah murni hasil perenungannya sendiri atau dia kutip dari tokoh mana. “Berani sekali dia memilih kalimat bagus itu,” pikirku.

Baru pada keesokan harinya, aku mendapati ternyata kalimat itu adalah kutipan dari Surat Paulus kepada Jemaat di Filipi. (Filipi 1:21 -> Karena bagiku  hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan). Artinya, hidup di dunia ini tak sekedar bernafas tapi haruslah berbuah.

Mudah diucapkan memang, tapi tentu sangat tidak mudah untuk dilakukan. Sebab hidup bukanlah sekedar hidup di mana manusia bernafas, makan, berkembang biak. 

Begitu juga mati, yang disebut jadi keuntungan bukanlah yang sekedar asal mati. Tapi bagaimana agar Dia dimuliakan di dalam tubuh, baik oleh hidup maupun oleh mati kita.

Kembali ke Ahok, aku tak terlalu mengenalnya secara mendalam sehingga tak tahu seberapa religiusnya dia. Yang jelas, selama beberapa kali bertemu di kantornya, secara langsung maupun tidak, dia selalu menegaskan sikapnya yang anti korupsi. Padahal godaan yang mampir padanya jangan ditanya lagi berapa banyak.

Ada puluhan mungkin ratusan tawaran yang sangat menggiurkan singgah di meja-meja para kepala daerah.  Hanya dengan memberikan tandatangan untuk  ijin ini itu, miliaran rupiah singgah di dompet mereka. Ah, tak perlulah aku cerita tentang ini. Lihat saja jumlah duit yang disuapkan ke mulut para koruptor yang sedang ditangani KPK itu. Bisa mengamankan sampai tujuh turunan.

Tapi Ahok, sejauh yang kudengar, ogah terlibat dalam praktik busuk seperti itu. Tentu saja itu bukan hal yang mudah  untuk dilakukan di zaman sekarang.

Pria bernama asli Basuki Tjahaja Purnama itu memang dikenal keras. Stigma ini makin melekat erat sejak dia bergandengan dengan Jokowi memimpin DKI Jakarta. Dia blak-blakan. Tak ada kata main-main. Begitulah, setidaknya penilaian pribadiku pada dia.

Salah satu prinsipnya adalah menegakkan keadilan. Maka A dibilangnya A, B dibilang B. Putih dikatakan putih, hitam dikatakan hitam. Tak ada yang abu-abu, apalagi sekedar cari muka.

Ahok menjaga betul agar tidak masuk dalam lingkaran setan korupsi. Itu adalah salah satu buah yang ditunjukkan Ahok dalam hidupnya. (Agaknya, pria ini memang sangat religius sehingga dia percaya diri mengatakannya lantang dan mencomot kalimat itu untuk dituliskan di nisannya).

Bagaimana denganmu. Kalau bagimu, mati itu adalah apa?

Warung Buncit, 2 November 2013.

4 komentar: