17 Agustus 2013. Hari masih pagi, namun aktivitas di Terminal Haji Selatan Bandara Halim
Perdanakusuma, Jakarta Timur, telah ramai.
Ratusan kru teknisi berseragam hitam dengan aksen biru di bagian lengan
dan berseragam merah aksen hitam tampak lalu lalang di lapangan
terminal.
Di sana terparkir rapi 14 pesawat tempur, delapan di
antaranya jet tempur Sukhoi, dan enam pesawat tempur jenis F-16. Di
dalam lantai dua ruangan terminal, tampak anggota TNI Angkatan Udara
yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Pukul 09.00 WIB, masing-masing pilot, dimulai dari awak Sukhoi, lalu
F-16, mulai masuk ke ruangan tempat segala perlengkapan terbang
dipajang. Satu per satu mereka memakai
G Suit dan pelampung
dibantu dengan teknisi bagian alat dan perlengkapan. Sebelum menuju
pesawat, ada juga yang menyempatkan berdoa dan berwudhu sejenak.
Sekitar
20 menit kemudian, mereka menuruni tangga terminal menuju pesawat yang
parkir di area landasan pacu. Satu per satu menenteng tas berisi helm
dan juga masker oksigen. Tak lupa, mereka juga menyelipkan kaca mata
hitam untuk menghalau silau sinar matahari yang pagi itu memang sangat
terik
Satu per satu mesin pesawat tempur Sukhoi mulai dinyalakan. Suaranya mesin jet
buatan Rusia itu meraung-raung bising memekakkan telinga. Siapapun yang
berada di arena lapangan otomatis menempelkan tangan ke telinga atau
menyumbatnya dengan peredam suara. Empat Sukhoi ambil posisi lepas
landas, di susul empat lainnya, menjadi titik di ketinggian lalu
menghilang di balik awan.
Setelah Sukhoi terbang, giliran awak
F-16 yang turun ke landasan. Mereka berjalan berjajar dengan langkah yang seirama,
bak pasukan pengibar bendera. Lettu penerbang Jaka Arastya, awak pilot
F-16 yang bertugas mengurus radio komunikasi dan tak ikut terbang sibuk
mengabadikan satuannya dengan kamera. “Untuk dokumentasi saja setiap ada
misi terbang memang kita selalu ada foto,” kata Jaka.
Raungan
pesawat kembali terdengar saat para penerbang mulai menyalakan mesin.
Pukul 10.00 WIB, semua pesawat tempur sudah meluncur dari landasan
menyisakan suara bising yang perlahan-lahan makin tak terdengar.
Pukul 10.55 WIB. Raungan mesin pesawat tempur terdengar menguat, pertanda jet tempur
Sukhoi dan F-16 itu telah mendekat di landasan Lapangan Udara (Lanud)
Halim Perdanakusuma. Pesawat tempur itu akan kembali 'masuk kandang' setelah tampil prima beratraksi menghias langit pada upacara Kemerdekaan di Istana Negara.
Ketika suara pesawat masih terdengar samar, anak-anak dan para wanita yang tadinya berada di dalam ruangan Bandara
Halim satu per satu keluar. Mereka berhamburan, seakan tak mempedulikan bisingnya
mesin suara pesawat atau teriknya matahari yang membakar kulit.
Rasa
antusias mereka lebih tinggi daripada panas sinar matahari yang menyengat. Ibu-ibu dan anak-anak itu berdiri di
tepi landasan pacu udara. Mereka menunggu pilot-pilot penerbang pesawat
tempur keluar dari kokpitnya dengan gagah. Ya, penampilan mereka memang gagah, sebab dari segi postur, pilot itu reta-rata tinggi dan tegap. Ditambah lagi pesawat yang mereka bawa adalah jet tempur.
Begitu para pilot keluar, ibu-ibu dan anak-anak mendekat ke landasan pacu. Di antara mereka terlihat juga wanita berusia paruh baya yang masih terlihat penuh semangat menghampiri salah satu pilot. Rasa senang mereka terpancar jelas, dan diabadikan dengan berfoto sambil berangkulan di depan pesawat tempur. Sambutan itu tak terlalu meriah, tapi terasa hangat. Para pilot (yang gagah) itu disambut bak para selebritas.
“Setiap selesai acara, khususnya
misi special ya biasanya memang selalu ada keluarga yang menyambut, jadi
rasanya kita jadi kebanggaan keluarga,” kata Mayor Wanda Surijohansyah. Pilot
jet tempur Sukhoi berusia 33 tahun ini buru-buru menambahkan euforia
bak selebriti itu hanya terasa saat sedang di landasan pacu. “Tapi kita
selebriti hanya kalau lagi ada acara saja, kalau sudah selesai ya
biasa,” kata Wanda kemudian tertawa.
Ammar, 6 tahun, anak pertama Mayor Wanda, juga ikut serta menyambut ayahnya. Ia hampir "tenggelam" di antara
puluhan anggota keluarga pilot lainnya. Dia ikut berlari-lari ke
landasan pacu menyambut sang Ayah. “Pokoknya aku nanti kalau sudah besar
ingin seperti Ayah,” tutur Ammar, bocah yang masih duduk di TKB itu dengan mimik bangga, seakan melihat sosok ayahnya sebagai seorang hero.
Di samping Ammar, ada Ayu Rasti, 31 tahun, sang Ibu. Bagi wanita ini ada
kebanggaan tersendiri saat melihat suaminya pulang dari tugas. Karena
itu, sebisa mungkin jika ada kesempatan ia juga menyambut suaminya di
landasan pacu.
Ayu berujar menjadi istri seorang penerbang
pesawat tempur kadang-kadang membuat dirinya diliputi was-was, apalagi
saat suami dalam tugas. “Sebenarnya saya deg-degan juga kadang-kadang,
tapi saya pasrah saja, yang penting suami sukses,” ujar dia kepada
detikcom.
Menikah dengan seorang anggota militer juga membuat
dia harus siap berpindah-pindah ikut suami. Wanita asal Jakarta ini
mengaku ia meninggalkan pekerjaannya di bidang keuangan di Jakarta demi
menyusul suami yang ditempatkan di Skuadron XI, Lanud Sultan Hasanuddin,
Makassar.
Sebelumnya, ia juga menemani suaminya saat ditugaskan
di Skuadron I di Pontianak pada 2003. “Semua ada risikonya, kita nikah
dengan tentara, harus siap kalau ditinggal dinas karena separuh suami
milik negara,” kata Ayu lagi.
Pengalamannya yakni ditinggal
Wanda saat bertugas ke Rusia selama 4 bulan tahun lalu dan ditinggal
latihan ke Singapura pada 2007 saat melahirkan anak pertamanya. “Tapi
kebetulan Ayah saya juga profesinya sama, pilot pesawat tempur, jadi
saya dari kecil sudah biasa,” ungkap Ayu.
*Versi suntingannya pernah dimuat di Detik.com, 28 Agustus 2013.
*
hmm, senang sekali ada di antara keluarga yang menyambut pilot-pilot ini, rasanya penuh haru dan berkesan. Entahlah, mungkin saya begitu terkesan pada para pilot (yang gagah dan tampak keren dengan seragam hijau dan berjalan tegap itu). yang jelas sampai beberapa bulan setelah liputan ini, rasanya saya masih bisa merasakan bisingnya deru pesawat saat akan meluncur maupun ketika sudah mendarat kembali. Lalu, berimajinasi, kira-kira kalau dapat pasangan pilot, asik juga. Meskipun, risikonya ya seperti Ibu Ayu ini, siap ditinggal dinas. Ah, pembaca yang budima, abaikan saja catatan curcol ini ya.. hehehhe
kapan-kapan saya akan posting profil salah satu pilot Sukhoi yang keren, Mayor Anton. Siapa dia? Jangan penasaran.